Pages

Oktober 07, 2012

# Day 1; Welcome to Gumi Sasak

Sebagian orang menyebutnya, Gumi (Bumi) Selaparang, merujuk salah satu kerajaan besar yang pernah berjaya di tanah itu. Saya lebih suka menyebutnya Gumi Sasak, merujuk mayoritas suku yang mendiami kepulauan itu: Lombok. Pulau Lombok sebenarnya tidak ada kaitannya dengan 'lombok' atau cabe dalam bahasa Jawa. Lombok, seperti kata driver kami-Pak Nursin, berasal dari kata 'lomboq' yang dalam bahasa Sasak berarti: lurus. Entah lurus terkait dengan 'jalan lurus' karena Lombok juga terkenal sebagai pulau seribu masjid, atau untuk mengenang perjalanan panjang pengungsian sebagian rakyat kerajaan Mataram yang berakhir di pulau ini. 
...

Pukul 13.35 WITA. Panas dan gersang, itu kesan pertama saya begitu menginjak gumi ini di bandara Praya. Saya yang terbiasa dengan panas gerahnya pinggir pantai Gresik dan Bekasi Utara, tentu saja tak berdampak signifikan. Tapi si bungsu dan mama yang pada dasarnya jenis mahkluk penghuni daerah relatif sejuk macam Malang dan Cibinong, jelas tersiksa. Tak ada sisa-sisa cengengesan dan cekikikan mereka ketika merespon guncangan angin nan aduhai di atas pesawat. Respon yang sungguh campuran antara kuatir, takut dan berusaha sok berani, mengingat kami berada di bangku terakhir pesawat Wings Air flight JT 1866 berkapasitas kursi 80 penumpang dari Surabaya - Lombok. Pesawat 'imut' yang sempat membuat kami melongo, kucek-kucek mata, saling pandang dan lalu ngikik pasrah sambil banyak berdoa semoga selamat sampai tujuan.

di dalam pesawat, diguncang angin...masih bisa cengengesan

setelah turun dari pesawat, mringis tiada henti...panasss  hehehe

Kepanasan juga yang membuat kami melupakan foto-foto narsis di dalam bandara yang terhitung masih baru ini. Setelah buru-buru turun dari pesawat ke arah gedung bandara dan selepas mampir ke toilet; sambil menunggu bagasi turun, kami cuma bengong menyaksikan rombongan yang asyik jeprat-jepret di papan besar ucapan selamat datang di Lombok. Kesalahan pertama.

Kesalahan kedua terkait dengan taksi. Berdasarkan informasi dari hasil surfing di internet dan bacaan terkait wisata di Lombok, saya diyakinkan bahwa taksi Blue Bird tersedia tak jauh dari bandara: keluar gedung,  jalan sekitar 100 meteran ke arah gerbang luar, dan sampailah anda di pangkalan nongkrong taksi tersebut. Ya, saya memang pelanggan sangat setia merek taksi tersebut. Jadi, tentu saja dengan pede saya tak memesan karcis resmi taksi bandara yang notabene dekat tempat pengambilan bagasi. Hasil konfirmasi ke mbak petugas bandara pun menyakinkan pula. Dengan logat yang masih terasa asing di telinga, dia menunjuk ke arah pintu keluar bandara. Sip.

Urusan bagasi beres, berdua dengan si bungsu, saya keluar bandara sambil mendorong troli berat berisi 2 koper sedang, 1 backpack ukuran besar dan 2 kardus makanan oleh-oleh dari tante Probolinggo yang terpaksa wajib dibawa. Antri di belakang rombongan lain yang rata-rata sudah dijemput kendaraan, sampailah kami di depan bandara. Setelah melewati antrian taksi resmi bandara, kami celingukan mencari jalan ke arah gerbang luar. Saya bengong. Sejauh mata memandang, jalanan keluar bandara berliku-liku, dan tak ada tanda keberadaan gerbang masuk. Dan tentu saja tak ada tanda-tanda keberadaan taksi biru itu. Konfirmasi ke petugas taksi resmi, saya mendapatkan jawaban bahwa tak ada pangkalan taksi yang saya maksud. Taksi resmi bandara tiketnya hanya dapat diperoleh dari area dalam bandara. Saya langsung tepok jidat! 

Sebenarnya tersedia bis Damri ke Mataram; tapi mengingat banyaknya bawaan dan di pemberhentian terakhir pun saya masih harus mencari taksi ke hotel yang sudah dibooking, opsi bis jelas tidak saya pilih. Akhirnya, dengan meninggalkan si bungsu dan mama yang lagi-lagi mringis kepanasan dan gerah; saya masuk lagi ke dalam bandara: jalan berputar ke arah pintu keberangkatan, melewati pemeriksaan petugas tiket depan, pemeriksaan x-ray, jalan melewati antrian check-in, balik ke arah kedatangan penumpang di samping area pengambilan bagasi, hanya untuk beli tiket taksi! Sesuatu sekali kan, ya...

Empat puluh lima menit perjalanan ke Mataram kami jalani dalam diam. Panas dan gerah menyurutkan semangat si bungsu dan mama. Lima menit setelah keluar dari gerbang bandara yang ternyata jauh dari gedungnya, saya jatuh tertidur di kursi depan. Kemungkinan besar dipengaruhi efek sejuk dari keringat yang mendingin terkena semburan dingin AC selepas ngos-ngosan jalan kesana-kemari. Walhasil, niat awal jepret-jepret sepanjang jalan pun terlewatkan. 

Setelah terkaget-kaget dengan 'ukuran' pesawat dan urusan taksi yang tidak sesuai ekspektasi, saya agak kuatir dengan hotel yang telah saya pesan. Hotel Lombok Garden yang saya pesan terhitung hotel lama yang katanya sebagian sudah direnovasi. Mengingat kami maunya sekamar bertiga, maka saya memilih kamar bungalow yang menghadap taman. Saya kuatir, bungalow yang saya pesan termasuk dalam bagian yang belum direnovasi sehingga mengurangi kenyamanan mama. 

Untunglah kekuatiran itu tidak terbukti. Bungalow kami sangat nyaman walaupun memang terlihat belum mengalami renovasi seperti bagian hotel yang di depan kolam renang: luas (bahkan masih sangat longar setelah diisi 1 bed ukuran king size, 1 ekstra bed, 1 set sofa dan 3 lemari ekstra besar), kulkas kecil, fasilitas buat-minumanmu-sendiri, hair dryer, bath-up air panas-dingin, TV kabel ukuran besar, dan terdapat teras kecil di luar. Ada plusnya pula: gazebo tepat di depan bungalow. Intinya, saya tidak sayang membayar harga Rp 550.000,- per hari.

Selepas Ashar, walaupun masih lelah dan mengantuk karena perjalanan Probolinggo-Surabaya-Lombok, saya dan mama memutuskan menengok kolam renang hotel dan mencari letak restaurant tempat sarapan esok hari sembari menagih welcome drink. Saya juga harus mencari sewa mobil untuk tiga hari ke depan. Saat berjalan-jalan itulah kami tahu bahwa hotel Lombok Garden itu terhubung dengan hotel Lombok Raya, yang berarti akses ke Mall Mataram sangatlah dekat. Jadi, begitulah. Jauh-jauh ke luar Jawa pun, akhirnya mencari Mall juga; karena oh karena kami harus membeli keperluan harian mama: susu anlene kotak siap minum dan buah-buahan. Whew...

kamar depan kolam renang idaman, sayangnya tidak boleh ekstra bed
   
wajah tamu hotel yang ogah rugi: nagih welcome drink walau ngantuk dan lelah

Hari pertama di Lombok kami lewati dengan tidur lebih awal. Besoknya harus bangun pagi-pagi sekali karena walaupun mobil sewaan akhirnya didapatkan dengan susah payah dan penuh keberuntungan, kami harus menyusun jadwal tujuan jalan-jalan tiga hari ke depan. What? Hhehe, ya begitulah...sembari menanti dijemput driver sewaan pada pukul 9 pagi keesokan hari, kami tidur dengan nyenyak tanpa tahu tujuan liburan di Lombok tiga hari ke depan. Heeeee...

4 komentar:

Enno mengatakan...

begitulah yg katanya mau nyusun itinerary, sebulan kemudian masih bilang pusing jg. hahaha....

akhirnya serba instant yeee...
okesip.
lanjutkan jurnalnya, ceuceu!

:))

Rona Nauli mengatakan...

ehehehehe...begitulah adanya :D

lanjutannya tunggu waktu luang :((

dian mengatakan...

ternyata kamu ga kayak mamamu yah :-?
sama adikmu juga ga sama :-?

Surya mengatakan...

Wah asyik mbak ceritanya...

*Ndodhok antheng nungguin lanjutan ceritanya* :)

Half Purple and Blue Butterfly