Pages

September 29, 2006

NANDRI; DOOMO; THANK YOU….

'Nandri'... Aku teringat wajah kaget tukang bajaj yang mengantar kami ke Spencer Plaza di Chennai, India. Uang yang kuulurkan disambut dengan senyum lebar yang aku yakin sangat tulus: Nandri, maam.

'Doomo'... Seorang teman wanita baru dari Jepang terkejut mendengar ucapanku ketika ia memberi sebuah pin organisasinya. Sikap sopannya berubah menjadi begitu hangat seakan-akan aku adalah teman lama : 'Nihon go o bla...bla...bla...'

'Thank you'... O-hoo..Lihatlah! Senyum itu tidak hanya di bibir tapi juga tergambar jelas di mata mereka : orang Kashmir yang bekerja di gift shop hotel Meridien atau di toko Master Collections; orang India supir travel yang kusewa atau mengantarku bolak-balik dari hotel ke hotel; orang India para pelayan makan dan pekerja di hotel atau di restoran Malaysia; orang – orang baru yang kutemui selama aku konferensi di Chennai yang semuanya tentu saja tidak menggunakan bahasa Indonesia...

Nandri dalam bahasa India (atau Tamil?), doomo (arigatoo) dalam bahasa Jepang, thank you dalam bahasa Inggris. Semuanya berarti : terima kasih.

Terima kasih, setahuku adalah salah satu kata yang seringkali kita lupakan atau berat kita ucapkan selain kata ‘maaf’. Terutama jika ditujukan pada orang-orang yang dekat atau bawahan kita. Aku membacanya dari tulisan di buku atau majalah yang aku sendiri lupa judulnya. Boleh percaya boleh tidak, tapi dilarang protes karena di sini tidak disediakan diskusi lanjutan untuk topik ini (:p).

Respon yang pernah kutemui untuk ucapan ‘terima kasih’ dalam bahasa Indonesia oleh orang Indonesia pada umumnya adalah anggukan kepala, senyum, ‘sama-sama’, dan sejenisnya. Tapi coba gunakan dalam bahasa asing milik orang asing yang bersangkutan atau dalam bahasa yang mereka mengerti...Hoho ternyata sanggup menjembatani perbedaan dan mencairkan suasana...hehe.

Yah, sedikit banyak aku mengerti perasaan mereka: sebentuk perasaan ‘dihargai’ dan adanya ‘kesamaan’ yang mengakrabkan. Perasaan sama yang kurasa ketika kontingen Indonesia berfoto bersama Hans Engelbert, general secretary PSI, yang tiba-tiba memekikkan kata ‘Merdeka’ sambil mengangkat tangannya. Hmm...

September 20, 2006

ORANG BAIK ITU…

Aku punya jawaban garing untuk pertanyaan : “Eh Ron, si Anu itu (aku itu) baik ya…”. Biasanya jawabanku adalah : “Tentu saja. Lha wong dia (kamu) pake baju. Coba ga pake baju, ya ga baik …”. Sewotlah yang bertanya (:p). Tapi suer, itu kalau akunya sedang malas menjawab karena berbagai alasan. Mungkin karena tidak atau kurang sependapat tapi ewuh mau terus terang, atau karena emang lagi males mengevaluasi.

Tiga minggu lalu aku menemui pertanyaan yang sama dengan kondisi kemalasan menjawab yang sama tapi jawabanku berbeda : “Tergantung. Kalau orang lain sedang cocok, ya baik lah…Kalau sedang tidak cocok, ya ga baik lah…”. Nah lo…kok pilihan jawabanku berbeda dengan kebiasaan ya?…hmm…

Jawaban spontan itu mungkin karena aku sudah sampai pada suatu titik jenuh pemahaman akibat terlalu sering menjadi saksi orang per orang yang saling menjelekkan di belakang punggung masing-masing tapi di lain kesempatan mereka bisa dengan gayeng bekerja sama bahkan saling memuji seakan dunia baik-baik saja. Weleh…jangan-jangan termasuk diriku juga menjadi pelakunya kali ya…Sadar or ga sadar…hehehe.

Manusia itu tidak ada yang sempurna. Masing-masing punya kelebihan dan kelemahan. Tidak ada yang pernah tahu: siapa ketemu siapa, siapa butuh siapa, pada suatu waktu tertentu. Jadi kalau tidak sreg dengan orang tertentu trus ditambah lihat SIKAP jelek orang itu, mbok ya-o jangan diumbar-umbar di depan umum. Paling jelek nggerundel aja dalam hati. Setidaknya nanti kalau butuh atau harus berhubungan dengan orang yang dijelek-jelekin, ya tidak malu lah. Tidak dicap mencla mencle. Susah lho menghapus cap ini.

Sesungguhnya ini nasehat buat diriku sendiri, secara lumayan sering akhirnya meragukan kredibilitas seseorang hanya karena hal beginian. Hhhhh....
Half Purple and Blue Butterfly