Pages

Desember 31, 2011

Bukan Resolusi

Sejam lagi tahun baru 2012. Blogwalking sana-sini, baca status di facebook....sudah banyak yang membuat resolusi, ya. Alih-alih melakukannya juga, saya malah bengong sendiri di depan televisi dan laptop sejak pukul 20.00 tadi. Konsentrasi terpecah antara nonton Stand Up Comedy, lanjut Transformer 2 dan gambar ini...

 
Sudah dua bulan terbayang-bayang. Bukan tak mampu membelinya, hanya saja sedang melatih diri mengambil jeda sebelum memutuskan membeli sesuatu: karena ingin, karena butuh, butuh karena ingin, atau ingin karena butuh. Saya butuh tabungan yang gemuk. Selain itu, sudah merasa sering tak bijak menggunakan uang. Eh, btw...itu sudah bisa jadi satu resolusi tahun depan ya. Hehehe

Oh, saya mulai mengantuk...jadinya meracau begini. Tapi ini film Transformer belum selesai juga. Jadi gimana dong? Baiklah, ganjel pakai kopi saja.

Eh ya, Selamat Tahun Baru untuk semua...Apapun resolusi kalian, semoga Allah SWT memberi yang terbaik. Amiin...

Desember 22, 2011

Sunyi di Sudut Sumur Tiga

Saya teringat setahun lalu; saat jalan-jalan berdua dengan si bungsu, saat terdampar di resort murah milik Freddie di sudut pantai Sumur Tiga, Sabang. Iya, beban pikiran dan segala kesibukan akhir tahun ini membuat saya ingin kembali ke sana. Seperti May bilang, desperately need vacation. Saya rindu ruang kamar sederhana dari kayu kelapa yang menempel di tebing pinggir pantai itu. Saya rindu damai yang saya rasa di sana. Jauh dari hiruk pikuk dunia: tak ada televisi, jauh dari keramaian, tak ada pertokoan, tak ada tuntutan pekerjaan. Hanya ada kopi, buku, hammock, suara ombak, angin mengayun daun kelapa, suara serangga, suara hati. Kapan saya bisa kembali? *sigh*.

view depan kamar kayu itu. suka duduk klesotan sambil nempelin wajah di pagar, memandang lautan dan pantai di bawah.

suguhan sarapan pagi: matahari terbit.

view ujung paling kanan: ngintip tempat camping di pantai nun jauh di seberang. ujung kareung kalo tak salah.

hammock dijajah si bungsu, saya milih klesotan dan tiduran di kasur saja.

Sabang juga mengingatkan saya pada Mona. Dari dia saya tahu tentang resort si Freddie. Mona yang selalu memanggil saya: Pelangi. Dan saya yang selalu ingin memberinya rangkaian mawar: setangkai atau buket besar. Perempuan cantik luar dalam, shalihah, cerdas luar biasa, sederhana sekaligus kompleks. Ibu yang sangat menyayangi kedua anaknya. Satu-satunya sahabat yang mampu membuat saya berucap 'i love you' dari dasar hati, dengan mudahnya. Mona yang percaya batin kami terkoneksi dalam suatu cara yang ajaib. Kadang, kami tak perlu banyak kata-kata untuk saling mengerti dan merasa.

Sabang, Oktober, setahun yang lalu:
...
"Wish you here, Mon."
"Damai, ya..."
"Malam, kerlip bintang, debur ombak, pantulan sinar bulan di permukaan air laut. Indah."
"Di sini sepi, Pelangi. Aku kesepian di keramaian ini."
"Kemarilah sekarang juga. Kamu lebih membutuhkannya."
"Andai aku bisa, Pelangi. Suara alam yang bertasbih pada-Nya. Indah, sangat indah."
"Hatiku penuh, Mon. Sesak."
"Aku bisa merasakannya dari sini. Terima kasih ya."
"I love you, Mona."
"Kamu sukses membuatku menangis. Bahagia. Love you too, Pelangi. "
...

Mona, aku kangen. Kamu juga, kan? Terasa sekali di hati.  Kau kirim rindu lewat Jilan, sulungmu itu. Aku nelangsa. Hati kita berjarak akhir-akhir ini. Aku yang awalnya tak sengaja memberi batas dan kemudian menegaskannya. Tolong, maafkan aku yang sedang tak arif memaknai suratan. Aku punya alasan. Beri aku waktu. Ingin memelukmu erat dan menangis.

Mona, sunyi di sudut Sumur Tiga itu...sempurna, karena kamu.

Desember 20, 2011

Hutang Sebelas, Lunas!

Sejak akhir November lalu sebenernya saya terus kepikiran pe-er dari Glo. Kebawa kemana-mana...kapan ngerjainnya? Itu pe-er akhirnya malah berasa seperti hutang yang harus dibayar *lebay*. Mau gimana lagi ya...kalau kerja di bagian urusan duit suatu BUMN, pasti tiap akhir tahun ribet sendiri. Dengan tidak bangga saya mau bilang sejak akhir November lalu sampai dengan sekarang, saya lembur terus. Urusan ama birokrasi emang ribet.

Ok, lanjut. Sebelas hal tentang saya? Terus terang ini pertanyaan cukup berat, ya. Sampai mumet saya mikirnya. Yah, biarpun kata Naninuneno itu mudah sekali. Dia bilang jawabannya cukup macam ini:
1. lebay; 
2. narsis; 
3. lebay; 
4. narsis;
5. lebay; 
6. narsis; 
7. lebay; 
8. narsis; 
9. lebay; 
10. narsis; 
11. lebay.

Well, sepertinya saya mesti mempertimbangkan mencoret ijin cuti Naninuneno minggu depan, nih *evil grin*

Sebelas Fakta tentang saya:
  1. Ribet kerjaan tiap bulan Desember tiba: dikejar-kejar target tutup tahun anggaran. Kondisi terparah karena lelah lembur terusan: suara pernah menghilang beneran sekitar dua mingguan di akhir dan awal tahun depannya. Semoga tahun ini tidak terulang. Amiin.
  2. Saya black coffee drinker. Favorit saya: Gayo, Sidikalang, Bali dan Luwak. Dengan sedikit gula atau tidak sama sekali, tergantung mood. Jika mood sangat baik, tanpa gula. Jika mood mulai labil, sedikit gula. Jika stress berat, saya minum kopi apa sajah hehehe.
  3. Mempercayai penuh resep obat patah hati ini: jika seduhan air panas ditambah 5 sendok makan kopi bubuk asli dalam satu gelas masih terasa pahit, berarti patah hatimu belum seberapa *nyengir*.
  4. Pecinta batik. Sedang memulai jadi kolektor yang nggak cuma ngumpulin aja, tapi tahu sejarah, makna dan filosofi di balik motifnya.
  5. Berharap timbangan saya balik ke angka 50an dengan tidak banyak usaha dan boleh makan apa saja *ngimpi*. Oh ya, itu dikarenakan beberapa orang tidak percaya saya dulu pernah langsing hiks hiks.
  6. Sedang nabung supaya bisa mendongakkan kepala tepat di bawah kubah Blue Mosque bersama mama dan adik bungsu. Entah tahun depan atau depannya lagi. Amiin.
  7. Sedang meyakinkan diri sendiri bahwa mimpi ini tidaklah aneh: segelas teh panas sedikit manis, pelataran Taj Mahal, matahari senja, dalam diam. Semoga ketika tercapai, sudah ada yang menemani hehehe. Amiin.
  8. Masih menggenggam impian suatu ketika akan menjadi ibu rumah tangga yang berkarya di rumah saja. Ini mimpi sejak dari SMU, terserah percaya atau tidak *senyum muanisss*.
  9. Masih memandang langit malam di arah yang sama, bintang yang sama. Orang boleh bilang saya bodoh karena menunggu sesuatu yang rasanya tidak mungkin dan tidak pasti. Buat saya, menyayangi dan mencintai itu anugerah. Saya mensyukuri, apapun ujungnya *senyum muanisss*.
  10. Menyadari sedari dulu tak pandai dan tak kuat berimajinasi menyusun cerita fiksi. Karenanya kagum kepada mereka yang sanggup menulis cerpen dan novel. Applaus buat Enno, Lita dan Annesya yang pintar-pintar itu hehehe.
  11. Lebay dan narsis? Mungkin kata Naninuneno ada benarnya secara tiap hari dia yang menjadi korban saksi keeksisan saya di kantor. Kalau mau bukti, sok kenali saya lebih jauh...hahahahaha.
Sebelas Pertanyaan dari Glo:
  1. Tak kenal maka tak sayang, boleh dong kasih tahu nama panjangnya? Ronaaaaaaaaaa Nauliiiiiiiiiiiiiiiiiiiii *hehehe*
  2. Siapa penulis favoritmu? Kenapa?  Waduh, favorit maksudnya tiap bukunya terbit langsung dibeli ya? Kalo seperti itu, berarti Alm. Umar Kayam, Dee, Andrea Hirata, J.R. Rowling, Neil Gaiman. Trus C.S. Lewis untuk the chronicles of narnia.
  3. Hal apa yang sukses membuat kamu sampai jadi manusia galau nan cengeng?  Kalo kangen ga kesampaian jadinya demam, tapi nggak galau dan nggak nangis, diam aja. Kalo cengeng seringnya karena hati tersentuh sesuatu, tapi ga galau. Kalau galau itu seringnya karena pas pengen sesuatu duitnya ga cukup. Jadi piye? *nyengir*. 
  4. Siapa inspirasi kamu berkarya? Kenapa?  Siapa saja di sekeliling saya. Karena jika hidup adalah sekolahan, maka tiap orang adalah gurunya...*sok wise 1*. 
  5. Apa buku / novel favorit kamu yang sampai kucel pun masih tetep bakal kamu baca berulang-ulang? Harry Potter dan buku-bukunya Andrea Hirata yang tetralogi Laskar Pelangi.
  6. Apa hadiah paling berkesan dari orang terkasih (boleh ortu, pacar,. saudara, atau teman)? Jarang minta atau diberi hadiah untuk peringatan tertentu. Tapi kehadiran mereka saja sudah hadiah terbesar dalam hidup *sok wise 2*.
  7. Kamu narsis? kira-kira kalau dinilai dari 0-10, kadar narsis kamu diangka berapa? Tergantung mood, tergantung sikon, fluktuasi tidak bisa diprediksi *hahahaha* 
  8. Kalau kamu boleh memilih, kamu mau terlahir jadi siapa? kenapa? Jadi Rona Nauli lagi aja. Kenapa? Karena ada pepatah yang bilang rumput tetangga selalu lebih hijau *sok wise 3*.
  9. Dan kalau kamu terlahir jadi atlet SEA GAMES dan dapat medali emas lalu dapat bonus 200juta, apa yang akan kamu lakukan dengan bonus kamu? Masalahnya, Glo...menang dalam cabang olah raga apa dulu? Secara olah raga cuma gape renang. Itupun sejak ada hukum Archimedes, sering-sering diledekin kalo deket2 kolam renang *hehehe*. 
  10. Siapa yang akan jadi orang pertama kamu membagi kebahagiaan dan sedih? kenapa dia? Kalo bahagia? Semua orang disekeliling saya...Kalo sedih? Sajadah ndak terhitung orang ya? *nyengir* 
  11. Kapan pertama kali ngegebet lawan jenis? TK, SD, SMP, SMA, atau ketika kamu kuliah? Maksudnya pendekatan gitu kali ya? Hmmm, jaman masih SD kelas 5 dulu pernah nekad ngajak kenalan dan nyodorin buku diary ke cowok cakep lain SD yang sering ketemu di atas jembatan pas sepedaan pulang sekolah. Maksa dia ngisi biodata, kesan dan pesan. Padahal asli gak kenal....hehehehe.
Akhirnyaaaa, udah terjawab semua. Maaf ya, Glo...ndak bikin pertanyaan sambungan dan ndak ngelempar ke siapa-siapa.  Biarlah raport saya dikasih jelek ama bu guru Glo. Saya sudah ngantuk berat ini...besok lembur lagi hiks hiks..

November 25, 2011

(Sok) Ngejazz

Upps...sudah akhir November, ya. Hohoho...hampir saja terlewat satu agenda wajib tiap akhir November: ngecek situs www.javajazzfestival.com. Untuk apa? Tentu saja hunting tiket early bird untuk acara JJF tahun depan. Beda harga tiket early bird dengan harga mendekati hari H bisa sampe 50%-nya. Yah, kalo dirupiahkan tentu saja lumayan banget karena buat saya harga tiket harian (daily pass) non early bird termasuk mahal. Jadi bisa dipahami kan kenapa harus diagendakan tiap tahun? Hehehe.

Saya suka jazz? Mmmm, sebenernya sih bukan. Awalnya saya ketularan Mimi. Dia lebih ngeh jazz daripada saya. Niat awal menghadiri acara ini di tahun 2007 lebih karena ini acara internasional. Saya yang minim pengalaman nonton konser besar (hanya Twilight Orchestra di ITS, Siti Nurhaliza di Pakuwon) pengen tahu bagaimana meriahnya Jakarta menyajikannya. Lagu-lagu dan penyanyi jazz yang saya kenal hanya sebatas Ermi Kulit, Mus Mujiono, Indra Lesamana. Tak kenal musisi jazz dunia. Eh, tak kenal atau jangan-jangan tidak ngeh mereka musisi jazz ya? Hehehe.

Sekalipun boleh dibilang buta jazz, saya menikmati festival ini. Terus terang, saya belajar menyukai jazz. Awalnya saya terheran-heran melihat Mimi yang kadang histeris, merem melek, berasa trance. Di tahun-tahun awal saya rajin nongkrongin stage-stage yang diperuntukkan musisi Indonesia yang sudah familiar macam Ireng Maulana n friends dan Dwiki Dharmawan Project. Kemudian berkenalan dengan Barry Likumahua yang jagoan metik gitar jazz dan Dira Sugandhi dengan suara emasnya. Saya ngefans mereka. Dua musisi muda Indonesia yang sangat potensial. Ke sini-sini walaupun tidak terlalu booming, Barry akhirnya punya album. Begitu juga Dira, yang albumnya 'Something About The Girl' bahkan direlease di Inggris dan tidak masuk ke Indonesia. Saya mupeng banget sama albumnya itu. Sama mupeng ngefans dengan penyanyinya. Hehehe.

Terus terang, mendatangi festival ini tiap tahun buat saya adalah semacam perburuan. Menemukan musik jazz yang genre, aliran atau apalah yang unik tapi enak di telinga..yang seringkali saya temukan bukan dari musisi yang familiar buat saya. Seperti Mr. Cuturuffo n friends dari Chili pada tahun 2009 lalu. Saya berasa trance karena sepanjang mereka bermain musik, saya tutup mata dan membiarkan tubuh saya bergoyang-goyang mengikuti irama. Musik mereka, nembus sampe ke hati. Mr. Cutturuffu yang saya temui di belakang panggung bertanya: you were really enjoy our music? Yang hampir saja saya jawab dengan pelukan erat dan cupika cupiki dengan bersemangat! Ups...hehehe.

Menonton JJF juga perpaduan antara perencanaan matang, fleksibilitas dan kecepatan pengambilan keputusan serta deg-degan menunggu kejutan. Perencanaan dimulai sejak perburuan tiket, penentuan mau nonton tiga hari berturut-turut atau hari tertentu, mau nonton siapa saja dan di stage mana saja terkait jadwal makan, shalat dan istirahat sejenak. Fleksibilitas dan kecepatan pengambilan keputusan terjadi ketika ternyata stage yang dituju terlalu penuh sesak dan tidak nyaman, jadwal molor dari rencana atau hal lain semacam beralih dari stage A ke stage B ternyata menemukan yang asyik di stage C. Hehehe. Deg-degan menunggu kejutan itu semacam memutuskan mengabaikan Tohpati di ruang mana yang sudah penuh sesak demi nongkrongin musisi tak familiar di ruang lain. 

Seru? Buat saya, iya! Karenanya sejak pertama kali nonton di tahun 2007, di tahun berikutnya saya dan Mimi rajin ngomporin teman masing-masing untuk bergabung. Karena ternyata, walaupun judul festivalnya adalah festival jazz...tapi musisi aliran lain juga sering manggung di sana, macam: Slank. Saya berhasil ngomporin mbak ini dan ini untuk bela-belain datang jauh-jauh dari Surabaya. Terakhir kali kami nonton rame-rame di tahun 2010, walaupun kami tak sreg dengan tempat acara yang pindah dari JCC ke JI Expo Kemayoran.

Tahun 2011 saya memutuskan absen sehubungan kepergian Mimi di Oktober 2010. Saya tak tahan membayangkan nonton JJF tanpa Mimi. Tapi untuk tahun depan, saya sudah siap walau saya putuskan hanya nonton pas hari Sabtu tanggal 3 Maret 2012. Saya tidak ingin terpenjara dalam rasa kehilangan terlalu lama. Kalau Mimi masih ada, dia pasti mau saya bersenang-senang di JJF bersama teman-teman. Seperti yang biasa kami lakukan.  

Teman-teman yang biasa jalan bersama sudah saya kompori. Tiket bahkan sudah saya beli. Saya berharap seandainya mungkin, bisa bertemu teman-teman blogger di sana. Sungguh. Jadi kalau ada yang berminat...selamat berburu tiket yaaaa. Beli yang early bird. Percayalah....sensasi puasnya berbeda. Hehehe.

JJF 2009 - dengan Mr. Cuturuffu at back stage. Putih-gemuk-kriwul-ramah...gemess :))



Tim senang2 JJF 2010

Ga kenal siapa penyanyinya, yg penting narsis :))

Anggota Tim Senang-Senang JJF 2010 yg telat datangggg

with Dira Sugandi @ JJF 2009...sexy bener dia...suaranya yahud

love Dira...love Dira...love Dira...hehehe

November 21, 2011

Donat - Brekele

Brekele. Itu nama panggilan kasir kami tercintah. Makhluk ajaib yang tak pernah saya bayangkan bakal gabung dengan tim Keuangan di kantor ini. Rambut kriwul cepak, mata ngantuk, wajah sok polos (padahal tengil). Sebelum bergabung di Keuangan, dia staf di bagian Diklat. Kata orang, saya adalah musuh bebuyutannya di kantor. Apa pasal? Karena hampir setiap kali berurusan dengannya, saya mesti ngomel panjang pendek kali lebar. Salah hitung uang perjalanan dinas, salah/ kurang dokumen pendukung tagihan, salah ini-salah itu, sudah dikasih penjelasan nggak mudeng-mudeng....Ya, pada intinya saya serba salah: ngomelin terus kok ya nggak baik didengarnya; kalo nggak diomelin kok ya pengen ngomelin...Lho? Hehehe.

Pada awal tahun 2009, bagian Keuangan di kantor kami nyaris kolaps. Bukan karena duit, tapi karena saya terancam tak punya staf: satu resign setelah cuti melahirkan, kasir tercintah dipromosikan menjadi supervisor SDM. Dari daftar nama yang disodorkan manajemen untuk mengisi kekosongan itu, saya memilih si Brekele. Saya merasa, sekalipun dia sering bermasalah dengan kami, setidaknya saya melihat si Brekele ini  sok polos, punya integritas yang baik dan mau belajar hal-hal baru. Buat saya, itu modal yang cukup untuk bergabung di Keuangan, walaupun harus mengajarinya dari nol karena basic pendidikannya adalah STM.

So far sih so good-lah kinerja si Brekele ini. Eksekusi transaksi kas lewat sistem informasi terintegrasi tak ada kendala yang berarti. Cek opname kas oke walaupun kadang-kadang ada salah hitung. Juga terbukti dia jauh lebih bisa sabar menghadapi macam-macam customer yang dalam kasus tertentu bisa bikin saya bete dan manyun. Pokoknya, saya senang dia bergabung dengan kami walaupun kadang-kadang saya mumet memikirkan bagaimana kelanjutan jenjang karirnya yang melenceng jauh dari disiplin ilmunya itu. Lebih mumet lagi kalo dia sudah menunjukkan wajah 'bosan mbakkkkkk....ndak ada kerjaan yang lebih menantang?'. 

Tapiiiii saya batal mumet dan kasihan kalo inget kelakuannya yang bikin saya yang ceriwis dan bawel ini langsung speechless atau bengong mendadak. Yang kira-kira macam begini:

---
"Brekele, klaim penggantian obat tidak boleh diserahkan kepada pegawai sebelum kau entry dokumen ke dalam sistem. Ini berlaku untuk siapapun. Kita harus fair. Lagipula itu untuk memudahkanmu cash opname. Oke? "
"Mbak Rona...kapan nikah? mau cari yang gimana lagi, sih? tuh di belakang kan banyak yang single. udah, pilih saja satu yang disukai. lebih muda juga gpp. nanti saya bantuin deh."
"...." 
  
---
"Brekele, ada pengumuman baru nih. Hari rabu nanti kita disuruh cuti bersama. Hari selasa-nya kan tanggal merah, jadi libur dua hari kita".
"Kalo hari rabu diliburkan, berarti selasa-nya masuk ya, Mbak?"
"...."
  
---
"Brekele, coba lihat...ini foto siapa di hape-ku"
"Lho, itu foto-ku ya? Kapan ngambilnya?".
"Wooo...ketahuan ya, ngaret setengah jam karena tidur siang di K3...Hayooo ngaku".
"Ah, bukan....itu bukan foto-ku".
"Lah tadi yang awal-awal ngaku itu fotomu...siapa coba?".
"Ihhh, mbak Rona gak boleh gitu, dong....gak boleh itu ngambil foto orang tidur sembarangan. Harus ijin dulu, tau".
"...."
  
---
"Brekele, jadi nih patungan buat kado nikah si Mamad? Sendiri-sendiri aja kali ya? Terserah aja masing-masing mau ngasih berapa atau mau ngado apa."
"Jangan, mbak Rona...kita patungan aja. Itu lebih baik."
"Lebih baik gimana?"
"Kalo barengan kan kelihatan gede...Soalnya saya kan bisa ngasihnya dikit, jadi ndak ketahuan."
"...."  

---
"Brekele, ini tasmu? Kupindah di kursi ini, ya".
"Mbak Rona kursusnya mau duduk situ?"
"Ya iyalah. Aku kan telat, ga bisa milih bangku. Lagian yang kosong kan tinggal bangku ini."
"Tas saya kesiniin deh. Mbak Rona duduk di sini saja."
"Lah kamu mau kemana?"
"Aku duduk di bangku kosong itu. Aku mau duduk deket cewek cakep itu."
"...." 

 ---
"Ada berita apa di kursus kemaren, Nani? Aku ndak bisa datang, kudu pulang ke Cibinong."
"Eh, tau nggak mbak...Si Brekele lho ngomong gini: enak ya kalo pas kursus brevet pajak ndak ada mbak Rona...bisa duduk deket cewek cakep. Coba kalo ada mbak Rona, pasti dicerewetin."
 "...." 

---
"Brekele, kalo untuk kompetensi perpajakan kamu tak kasih level 1 dari skala 5 ya. Itu level pemula. Pak Irsam yang senior kukasih level 2  karena kalian kan baru kursus brevet pajak. Kalo Pak Irsam lebih tinggi karena sehari-hari kan setidaknya berurusan dengan PPN dan PPh 23."
"Ah, biarin belum lulus brevet...saya dikasih level 3 atau 4 aja, mbak...biar nilai saya ntar gede."
"Ngawur. Ini nanti kompetensimu diuji lho sama orang pusat. Bisa jelek nama baik-ku kalo kamu ga sesuai levelnya."
"Ah, pusat gampanglah mbak...nanti saya ndak bawa-bawa nama mbak Rona deh."
"...."

---
"Siapa yang ngambil donat meses coklat di mejaku? Itu kan late lunch-ku. Sudah kusisihin di kardus sendiri. Brekele, kamu yang ngambil ya? Tadi siang selesai aku shalat dhuhur kan di ruangan cuma ada kamu, Agung, dan anak PKL. Hayooo...."
"Bukan, Mamad kali yang ngambil..."
"Lho, Mamad kan ijin pergi nonton final sepak bola? Gak mungkin dia, wong dia ga doyan roti."
"Anak PKL kali yang ngambil..."
"Tuh, Adi dan Agus bilang nggak...hayo ngakuuu..."
"Nani kali yang ngambil...."
"Lah, Nani berangkat shalat bareng aku. Balik ruangan bareng aku, abis itu ndak kemana-mana lagi..".
"Muharom kali yang ngambil...".
"Yaelah, dia lapor ke KPP dari pagi belum pulang-pulang...hayo ngakuuuu. Perutku sakit nih. Itu kan makan siangku secara tadi breakfast jam 10. Udah, ngaku aja. Btw, kok kamu ndak nuduh Agung?".
"Ndak berani hehehe...". 
"Lah, kamu sama Agung ndak berani nuduh. Tapi berani ngambil donatkuuuuu...."
"Udah sabar aja, mbak Rona.."
"Sabar bagaimana maksudmu? Mulai perih ini perutnya. Jam segini di mana-mana cuma ada mie instan. Ogah."
"Yaaaa, sekalian aja dianggap puasa..."
"Ih, puasa itu niatnya dari pagi...masa dari sore..."
"Udah, minum air putih yang banyak..nanti pasti kenyang.."
"...."

Besok pagi jadwal saya mesti medical chek-up. Sore ini, karena perut melilit dan kelaparan akibat hilangnya donat itu..akhirnya nekad beli nasi bebek goreng ekstra (daging bebek-nya dua). *lapar apa doyan ya?*. Pokoknya kalo hasil medical chek-up saya jelek...salahkan Brekele! Huehehehehe...*ngeles nomor satu sedunia*

November 09, 2011

Ga Rajin Baca = Panen Telo !

Masih keingetan supplier yang marah-marah di depan meja kemarin. Bisa dimengerti sih, di jaman yang mengagungkan 'time is money'...duit yang ketahan ga dibayar-bayar sungguh menyesakkan. Mengacaukan cashflow mereka karena ada modal kerja yang tertahan atau bunga yang harus dibayar atas pinjaman modal tersebut. Yah, tapi mau bagaimana lagi. Keuangan kan hilir dan tameng terakhir, saringan terakhir proses hulu ke hilir. Kalo dari hulu sudah mengandung masalah, dihilirnya bakal kena batunya. Bisa sih dicuekin aja, langsung bayar aja, masa bodoh anggap tak tahu apa-apa, tapi yaa...hati nurani pasti berontak karena masalahnya kan biar bagaimanapun menyangkut keuangan negara. Jadi, kalau urusan dimarah-marahin supplier mah sudah biasaaaa. Tapi kalo keseringan nyesek juga ya. Siapa yang berbuat, siapa yang menuai marah-marah.....*hahahaha*

Eh, pada tau 'telo' gak? Itu bahasa Jawa untuk ubi rambat manis yang dagingnya ada yang kuning, putih atau ungu. Jaman masih di Surabaya, itu biasa jadi sebutan untuk menyela kebodohan or ke-oon-an seseorang. Frame-nya sih becandaan antar teman dekat, tapi tetep aja berasa gimanaaa kalo dicela begitu *hehehe*. 

Akhir tahun lalu, sempet dapat dampratan model begini dari Yang Dipertuan Agung Senior Manajer Keuangan di kantor pusat. Kaget juga, secara dah lama ga denger istilah 'telo' sejak pindah ke Bekasi. Frame-nya sih tetep becandaan karena beliau ini notabene 'close friend'-lah, teman belajar jaman pendidikan CFA dulu. Apa sebab dicela? Karena eh karena saya nekad mengirimkan tagihan supplier ke pusat padahal belum saya baca tuntas itu kontrak dan kesesuaiannya dengan dokumen terlampir, sedangkan isi kontrak mengandung umpan pasal-pasal yang bertentangan. Si Bapak didamprat Sang Maharaja, dan melampiaskannya pada saya. Hahaha...maaf ya, pak....akhir taon mah di unit ini suibuk buk. Selain karena derasnya tagihan yang datang, juga terbatas orangnya. Alesan, padahal itu mah karena saya sedang bosannnnnnnnnnnnnn mipili ketidaksesuaian proses dari hulu. *hahaha*.

Jadi begitulah, demi tidak 'panen telo' lagi...ke sini sini, saya jadi lebih rajin baca kontrak dan kesesuaian dengan dokumen yang dipersyaratkan dalam pembayarannya. Tapi ini jadi bumerang juga kalau dari hulu prosesnya sudah mengandung keruwetan. Saya jadinya sering dimarahi supplier karena bagaimanapun saya mbela yang menggaji saya *hahaha*.

Oh ya, saya juga ogah sering-sering panen telo karena kalo banyakan makan itu produksi gas di perut bakal meningkat....*gak nyambung...hahaha*

November 07, 2011

Message in a Blog


Depok, 28 September 2009

Siapa namanya? Pemuda tampan dalam kereta? Setiap hari, jam yang sama, kereta yang sama. Gerbong yang sama dan tempat duduk yang itu-itu saja.

Kereta AC ekonomi balik dari Stasiun Tanah Abang ke Stasiun Depok untuk kembali lagi ke Tanah Abang. Jam 06.45 WIB tiba di stasiun Pondok Cina. Gerbong dua, tempat duduk pinggir kiri dekat pintu kereta. 

Wahai pemuda tampan yang tampak bersahaja, dimana rumahmu? Pastinya bukan rumah, apartemen mungkin? Atau kos-lah yang paling memungkinkan. Aku selalu menantikan kedatanganmu, kemunculanmu. Kadang itu membuat hariku menjadi sedikit indah untuk dilalui delapan jam ke depan. 

Kau memakai jaket cokelat, kadang abu-abu atau hitam saja. Dengan kemeja putih dan celana jeansmu yang lusuh. Bagiku kau tampak luar biasa. Seperti baru saja keluar dari catwalk pertunjukan model di kota mode Milan atau Paris. Berkacamata dan membawa koran kompas atau republika. Hahahahaha...kau pasti tak menyadarinya....kau selalu berkerut jika melihat ibu-ibu di sebelahmu bergosip. Sepertinya kau kenal. Tapi tidak juga. Mungkin seperti aku, mereka pengagummu? Hari ini mereka mengeluh tentang mahalnya gula, kemarin tentang Mulan Jameela..entah besok siapa yang menjadi korbannya. Aku hanya tertawa jika kau  mengernyit dan menggelengkan kepala melihat kumpulan ibu-ibu itu. Aku membayangkan juga, mungkin aku akan menjadi seperti mereka beberapa tahun mendatang....lucu juga.

Kau membawa handphone keluaran lama. Kotak, serius persis kaya kamu, Si Tuan Muda, begitu aku selalu menyebutmu. Membuat aku penasaran apa yang kau bicarakan atau apa yang kau cari di kotak Nokia seri lama itu. Serius sekali, kadang kau juga terseyum walau sering juga menghela napas  panjang. Semua aku suka....original, tidak dibuat-buat. 

Kadang aku melirikmu. Mencari-cari sesuatu di jarimu. Apa ada yang melingkar, mengikatmu? Kuperhatikan, tidak ada. Mungkin memang tidak ada? Atau kau sedang mencari yang kedua? Entahlah, aku hanya sibuk mereka-reka dalam anganku. 

Dua hari aku tak melihatmu. Aku rindu. Bisa kutahan rinduku dengan harapan akan berjumpa kembali denganmu esok hari. 

Kereta api itu terlalu cepat datang. Aku harus menunggu 45 menit untuk melihatmu. Pegal juga duduk di bawah atap stasiun Pondok Cina. Semangat dalam dadaku masih membara, berharap berjumpa denganmu hari ini. Wahai Tuan Muda.

Masuklah aku di gerbong tiga. Menghela napas panjang, agak kecewa karena tidak akan dapat melihatmu lagi hari ini. Tapi ternyata, kau digerbang ini juga. Disanalah dirimu Tuan Muda, duduk dalam tidurmu, nyenyak sekali. Aku seakan melihat pemandangan indah dalam lukisan karya entah siapa. Sepertinya kau tahu aku rindu dan ingin melihat dirimu lebih lama dari biasanya.

Sekelebat aku melihat ada gadis berjilbab di sebelah kirimu. Memandangmu manja dan penuh perhatian. Jantungku berdetak lebih keras dari biasanya. Bergemuruh dadaku dengan sendirinya. Apa aku tidak salah? Salah juga, apa daya. Aku hanya bisa mengira-ira. Pemuja rahasia ataukah lebih dari pemuja? Aku tidak mau tahu Tuan Muda. Aku hanya ingin memandangmu saja sehingga hariku menjadi sedikit lebih indah delapan jam ke depan. Biarlah kau milik siapa. Aku tak perduli. Aku hanya menikmati khayalku denganmu Tuan Muda.

Dari pengagummu yang selalu naik kereta yang sama.

---

Tulisan Mimi, tersimpan rapi dalam salah satu folder di lapie-nya. Diposting ke blog ini  tanpa mengedit apapun. Diposting dengan judul lebay yang terinspirasi film lama: Message in a Bottle, dibintangi Kevin Costner, diangkat dari buku Nicholas Spark dengan judul yang sama. Saya cuma kepikiran seandainya saja bisa bertemu sang 'Chaterine' dalam tulisan Mimi; Tuan Muda itu. Pengen tau orangnya seperti apa karena Mimi tak pernah sekali pun cerita. Rasanya mustahil, ya. Mimi saja tidak tahu namanya, yang bersangkutan juga tak merasa punya secret admirer. Hahaha...saya ini kenapa, toh? *garuk-garuk kepala*

Mungkin, mungkin saja...saya sedang ingin meyakinkan diri sendiri bahwa 'keajaiban' itu bisa terjadi, bahkan untuk sesuatu yang dalam hitungan saya: tidak mungkin terjadi.

November 01, 2011

Sudut Malam

...
" yang 512 fotonya bagus. nyeni..."
" iseng, nungguin yang pada main kartu..."
" kalo fotoku, sudah kupublish dibarengi puisi itu..."
" judule opo..."
" sudut malam...kubikinkan puisi ya, nanti kuedit ama fotonya..."
" iya deh. mana suka diambil..."
...




Sampai sekarang, tak bisa merangkai satu kata-pun menjadi sebuah puisi. Ya, pada dasarnya memang tak pandai membuat puisi *hahaha*. Jadi teringat sebuah karakter di film X-Men yang kutonton di layar televisi dua hari lalu: seorang mutan di laboratorium Alcatraz yang menjadi pemicu ditemukannya serum injeksi penyembuh mutan. Mutan itu punya kemampuan menghilangkan kemampuan mutan yang berada didekatnya. Somehow jadi merasa, ketidakmampuan merangkai kata itu krn aku mutan dan kamu anti mutan itu *ngaco*.
 ...
" ndak bisa merangkai kata. kata2nya ilang. ga bisa buat puisi. maaf ya..."
" biarin aja. gpp..."
"fotonya jadi desktop background :D"
...

pengen sekali bilang: bidang gelap difotomu itu "aku banget"...hiks hiks...


Oktober 31, 2011

Girls Day Out

Kalo kata orang-orang tua, saya harusnya agak prihatin sehubungan kepergian mama berhaji. Membatasi keluar-keluar rumah, membatasi bersenang-senang dan banyak-banyak berdoa. Eeee, tapi gimana ya...saya doa mah jalan terus. Tapi ga boleh bersenang-senang? Itu ukurannya gimana? Tiap orang beda-beda kan? Lagipula cuma liat pameran batik. Itu juga memenuhi undangan sebulan lalu dari toko langganan di Trusmi, Cirebon. Memenuhi janji wajib loh hukumnya. Jadi ya, begitulah....saya dan Ucik menghabiskan Sabtu malam kemarin, nongkrong di stan batik toko langganan itu. Acaranya di ruang Cendrawasih JCC, the 4th KSE atau apalah gitu.

ngabisin cemilan yang disediain...mumpung gratis hehehe

Saya belum pernah cerita ya kalo saya cinta, jatuh cinta, cinta setengah hidup ama batik jauh sebelum UNESCO memutuskannya jadi warisan dunia. Lupa tepatnya sejak kapan, tapi saya rasa pengaruh hobby mantengin or baca cerita wayang kayanya. Pas jaman SMU, ketika teman di pelajaran seni-rupa sibuk menggambar abstrak atau apalah untuk desain cetakan tekstil, saya memilih berjuang sekuat tenaga menggambar motif batik. Saat sibuk mengerjakan skripsi dari satu perpustakaan ke perpustakaan lain (Unair dan Ubaya), saya tak lupa berburu buku-buku tentang batik untuk refreshing. Saya memulai koleksi sejak awal bekerja. Koleksi pertama saya adalah batik Madura motif sekar jagad warna putih coklat tua buatan pengrajin di Tanjungbumi, Bangkalan. Dan sayangnya, sampai sekarang itulah satu-satunya batik Madura koleksi saya. Bertahun-tahun tinggal di Surabaya, saya belum sempat mengeksplor batik Tanjungbumi. Hiks hiks... 

mbak Sesi, pewaris kedua Batik Lia; toko langganan saya di Trusmi

Sejauh ini saya mengagumi sejarah, filosofi dan keanggunan batik Jogja-Solo, warna merah khas batik Lasem, warna dan motif batik Madura yang khas dan berkelas, klasiknya motif batik Indramayu, kesederhanaan motif batik Tuban, warna-warni motif buketan batik Pekalongan. Tapi ya, favorit saya adalah batik Cirebonan. Saya mengagumi keragaman warna, kehalusan garis (wit) dan motif-motif pesisirannya. Seperti umumnya batik pesisiran, batik Cirebonan mendapat banyak pengaruh dari kultur Belanda (buketan kembang, kumpenian), Cina (naga, singa, burung phoenix, kupu), dan Jepang Hokokai (pola pagi sore) selain motif kehidupan sehari-hari di daerah pesisiran. Dan dari semua motif batik Cirebonan, saya sangat menyukai motif mega mendung. Motif yang awalnya hanya dipakai oleh kalangan bangsawan Cirebon, sekarang banyak dijumpai dalam warna-warni yang menawan.

batik tulis motif mega mendung, pesanan mbak Yanti


Kecintaan saya pada batik Cirebon dipicu oleh provokasi Mimi ketika dia menjalankan tugas pra PNS di Cirebon selama sebulan. Pulang ke Jakarta sambil membawa batik-batik cantik berwarna-warni yang langsung membulatkan tekad saya mengunjungi desa pengrajinnya di Trusmi, Cirebon. Akhirnya, sampai sekarang minimal dua bulan sekali saya berkunjung ke sana. Selain untuk refreshing dan wisata kuliner, saya berburu batik untuk koleksi. Terutama motif klasik dan yang tidak biasa (menurut saya). 

Kegiatan ini pelan-pelan saya tularkan ke teman-teman di lingkungan kantor. Kami berangkat hari Sabtu naik KA Cirebon Express pukul 06.00 pagi dan pulang hari yang sama naik KA Cirebon Express pukul 18.15. Biasanya saya ajak mereka naik angkot apa saja di depan stasiun Cirebon ke arah perempatan Grage Mall untuk sarapan nasi jamblang Mang Dul. Selesai makan, naik angkot GP ke arah perempatan Plered, menuju ke desa Trusmi Kulon. Seharian kami ngubek-ngubek toko yang tersebar di daerah itu. Menahan makan siang dengan tahu gejrot atau rumba (pecel) khas Cirebon, sebelum mengakhirkan makan siang pada sore hari di Empal Gentong Amarta. Sorenya, pulang ke Jakarta dengan perut kenyang, hati puas dan kantong tipis. Hahahaha...

bahagia, di antara wangi malam dan warna-warni batik

Di desa Trusmi Kulon ini, saya punya toko langganan yang pasti jadi tujuan utama setiap kali saya berkunjung ke sana. Nama tokonya Batik Lia. Sekian lama ngubek-ngubek daerah ini, saya cocoknya ya nongkrong di toko ini. Koleksi-koleksinya banyak yang nyantol di hati saya. Kalo ada teman-teman yang mau ke sana, dari kota Cirebon menuju ke perempatan Plered, belok kanan ke desa Trusmi Kulon, jalan lurus sampai perempatan kecil, jalan lurus lagi, toko ini ada di sebelah kiri. Kenapa saya mau promosi di sini? Karena Sabtu lalu itu si Ibu pemilik toko berbaik hati memberi saya hadiah batik tulis halus yang cuantik sekali. Hehehe. Eh, tapi sungguh...koleksi batik di sini bagus-bagus kok. Mau bukti? Liat foto berikut deh ^^.

cantik ya batiknya...si uciknya mah kagak huahahaha

batik tulis hasil hunting saya Sabtu lalu...

kalo ada yang berminat, saya rela melepasnya lho...


Hahaha saya jadi nulis banyak gini. Maklumlah, namanya juga cintahhhh *kedip-kedip*. Kalo teman-teman sempat mampir ke Cirebon, sempetin mampir ke Trusmi ya. Batik-batik saya di atas memang yang tulis halus. Kebanyakan untuk koleksi saja. Tapi di sana, banyak juga macam-macam bahan mulai dari yang cap/ print, batik tulis dari beragam kualitas, pakaian jadi dengan beragam corak, warna, model dan harga. Kalau kalian cinta batik, bahkan seandainya belum cinta sekalipun, saya jamin pasti senang berkunjung ke sana. Kalaupun tidak membeli, mata dan hati ini jadi fresh. Setidaknya, itu yang terjadi pada saya. ^^

Oktober 29, 2011

Keledai

Satu minggu ini pikiran saya seringnya penuh dengan keledai. Bukan, saya tidak sedang terpikir mengajukan mereka menjadi opsi pilihan hewan qurban selain kambing dan sapi. Setahu saya itu memang tidak diperbolehkan ya? Saya cuma sedang mikir keledai itu kenapa ya kok identik dengan kebodohan? Lalu juga mikir tentang pepatah atau apalah yang kira-kira bunyinya terasa berlawanan:

'hanya keledai yang jatuh di lubang yang sama dua kali'. 

 dan

'bahkan keledai tidak jatuh di lubang yang sama dua kali'. 

Jadi, sebenernya keledai jatuh gak sih di lubang yang sama dua kali?  Atau jangan-jangan itu dua keledai yang berbeda intelegensia kali ya. Hehehe...mikir kok ndak penting gini. Tapi kira-kira dari keduanya benar gak sih kalo saya simpulkan bahwa hanya manusia bodoh (lebih bodoh dari keledai) yang tidak belajar dari pengalaman sehingga terperosok pada kesalahan yang sama? Hemmm....

Baiklah, memang tak ada asap kalau tak ada api. Saya mikir tentang keledai karena sedang merasa bodoh atau dibodohi. Terancam merasa lagi emosi karena sesuatu yang sama, hanya karena tidak belajar dari pengalaman lalu. Atau karena memang saya yang naif? Entahlah.

Jadi, suatu ketika saya pernah marah. Lebih tepatnya murka. Saya tak suka kalau sampai dalam kondisi begitu, karena saya tahu benar saya jenis orang yang tak takut membakar sekalipun saya ikut hangus terbakar. Untung saya masih bisa meredamnya, hanya sempat merepet panjang pendek berapi-api di depan beberapa teman saja. Nalar saya masih jalan, Alhamdulillah.

Awalnya begini. Suatu ketika ada gosip tak sedap yang sampai di telinga saya tentang seorang teman. Daripada penasaran, saya konfirmasi langsung kepada yang bersangkutan pada suatu kesempatan. Saya tanya baik-baik gosip itu dan dijawab gosip itu tidak benar. Caranya menjawab sungguh meyakinkan. Saya memilih berbaik sangka saja, dan mencoba meluruskan gosip itu.

Jadi ketika di luaran teman-teman lain mulai menggosip, saya dengan penuh keyakinan menyangkalnya dengan jawaban konfirmasi. Sekalipun mereka menyodorkan bukti pun, saya masih keukeuh berbaik sangka. Sampai suatu ketika, saya mendapati kenyataan bahwa gosip itu benar adanya. Saya tak bisa melabrak teman saya  karena dia selalu menghindar (sudah dilakukan agak lama, tapi saya baru menyadarinya). Saya marah, murka, karena merasa DIBOHONGI, DIPERALAT dan DILECEHKAN. Niat baik saya dibalas tuba. Saya merasa seluruh dunia sedang mentertawakan saya yang sungguh menyedihkan.

Pada akhirnya saya sanggup mengatasi kemarahan itu dengan memaksa diri tetap berbaik sangka dan belajar memaafkan. Hati manusia mudah berubah-ubah, manusia tempatnya salah dan khilaf. Hahahaha, saya memang naif. Walaupun begitu, sampai sekarang saya menolak berhubungan selain basa-basi dengan teman saya itu. Saya mulai belajar tidak mempercayai begitu saja omongan orang jika tak ada pembuktian. Belajar menggali motif, latar belakang dari sebuah jawaban atau statement.

Ketika minggu lalu saya mendapati diri ini terancam berada pada emosi yang sama dengan kejadian itu...saya merasa sungguh bodoh. Saya kok ndak pinter-pinter sih yaaaaa. Apa di jidat saya ada tulisan tak kentara tapi terbaca oleh siapa saja kecuali saya: Mudah Dibohongi. Huhuhu....

Ah, sudahlah. Demi kesehatan jiwa, demi kelangsungan hidup damai dan bahagia, demi tidak terjerumus semakin jauh dalam prasangka, demi bayangan ke Turki yang sungguh menggoda (lho?).....saya memutuskan tak mau berurusan lagi terkait masalah itu. BODO AMAT! Hahahaha...

I'm not a mind reader

Oktober 27, 2011

Balmut Mama

Senin kemarin, setengah tujuh pagi, handphone saya berdering........nomor tidak dikenali :
  ---     
"Assalamu'alaykum....."
"Wa'alaykumsalam wr.wb.....nduk, ini Mama. Sorry kemaren nyampe Jeddah ga langsung telpon. Mama capek banget."
"Mamaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..............."
---

Campuran kuatir dan rindu karena tak ada kabar sejak Sabtu malam lalu sampai Senin pagi itu, berujung saya yang tak sadar berteriak-teriak mendengar suaranya di speaker handphone. Eeee, saya juga menderita demam mendadak ding pas Sabtu malam itu. Hahaha. 

Jadi begitulah, sudah seminggu ini saya tidur sembari memeluk balmut (bantal selimut) punya mama yang seharusnya dititahkan untuk di-laundry. Balmut itu tidak akan saya laundry sampai menjelang waktu kepulangan mama dari ber-haji. Berharap balmut itu bisa meredam demam yang seringkali muncul jika mendadak rindu dan tak bisa dituntaskan karena mama sudah berpesan: 

"Mama baik-baik saja. Ini temennya banyak. Sekamar ma mbak Arum juga. Mama ndak usah ganti kartu telpon ya. Bingung nanti nggantine. Trus ndak usah ditelpon-telpon. MAHAL...."

Huhuhu...kenapa tidak boleh telephone? Kan saya yang ngisi pulsanya. Harga pulsa itu ndak seberapa dibandingin demam saya. Tapi apa mau dikata, mama sudah bertitah....*sigh*

Oktober 19, 2011

Patah Hati

Secara pribadi, saya tidak pernah berkenalan dengannya. Tapi saya mengenal betul sosoknya itu; pimpinan tertinggi Jawa Pos Group di masa itu; lewat nama, gambar dan tulisannya di koran yang dulu rajin saya baca semasa kuliah dan tinggal di Surabaya. Pertama kali bertemu beliau di dalam lift gedung Graha Pena selesai kursus Nihon-Go di lantai 11 gedung yang sama. Sejak itu hampir setiap Sabtu kami melewatkan waktu beberapa menit dalam lift yang sama. Saya lebih sering diam di pojokan lift, mendekap buku sembari mengintip beliau lewat pantulan di dinding. Sederhana, itu penilaian awal saya pada beliau. Kemeja kotak-kotak lengan pendek, sepatu keds, Nokia 7250 dan kacamata. Jauh dari bayangan awal saya untuk orang sesukses beliau.  

Saat itu, saya tidak pernah membayangkan suatu hari mantan wartawan itu akan menjadi orang tertinggi di induk perusahaan tempat saya bekerja. Saya tak pernah membayangkan bahwa suatu saat saya akan merasa patah hati karena kepergian beliau. Mengingat prasangka buruk pada beliau yang saya lontarkan kepada salah satu mantan anak buahnya di koran Jawa Pos, ketika beliau pertama kali di angkat menjadi orang nomor satu di PLN. Saya yang sedang getol-getolnya menolak privatisasi BUMN, menganggap kedatangannya adalah salah satu upaya memuluskan jalan privatisasi itu. Ternyata, saya salah.

Belum dua tahun beliau menjabat sebagai Dirut PLN. Baru melewati waktu satu tahun sepuluh bulan. Selama itu pula, saya bersemangat mengikuti sepak terjangnya lewat CEO Note yang dikirimkan per bulan lewat email kepada semua orang di jajaran PLN; induk dan anak perusahaan. Beliau wira-wiri terjun langsung ke hampir semua wilayah Indonesia yang mengalami masalah perlistrikan. Ide-ide dan gebrakannya pelan dan pasti membawa perubahan dan pencerahan. Tidak semua mulus dan lancar, tapi saya merasa impian menuju Indonesia yang bebas masalah ketenagalistrikan, bukan sesuatu yang mustahil dilakukan di tubuh PLN.

Beliau pemimpin yang selama ini diam-diam saya rindukan. Punya target, punya visi, punya idealisme, pandai memotivasi, cerdas, amanah, bijak, etos kerja tinggi, open mind, pandai berkomunikasi, dan sederhana.  

Kemarin, beliau dipilih menjadi Menteri Negara BUMN menggantikan Mustafa Abubakar. Beliau yang berencana mundur dari jabatan Dirut PLN pada tahun 2012 dan menikmati menjadi orang bebas, harus menunda mimpinya demi tugas yang lebih mulia dan lebih berat. Saya, yang hari ini menerima email CEO note-nya setelah kabar pengangkatan itu, langsung merasakan patah hati yang menyesakkan. CEO note itu berjudul: Inikah Kisah Kasih Tak Sampai? Saya kutipkan disini, untuk teman-teman.

...
Malam itu saya sudah di ruang tunggu bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Siap berangkat ke Amsterdam, Belanda. Tas sudah masuk bagasi. Saya cek lagi paspor untuk melihat dokumen imigrasi. Semua beres. Saya pun siap-siap sebentar lagi boarding. Istri saya sudah di Eropa tiga hari lebih dulu. Mendampingi anak sulung saya yang menjabat Dirut Jawa Pos, yang menerima penghargaan dari persatuan koran sedunia. Jawa Pos terpilih sebagai koran terbaik dunia tahun ini.


Saya pun kirim BBM kepada direksi PLN untuk memberitahu saat boarding sudah dekat. “Kapan pulangnya, Pak Dis?,” tanya seorang direktur. “Tanggal 21 Oktober. Setelah kabinet baru diumumkan,” jawab saya.“Ooh, ini kepergian untuk nge-lesi ya,” guraunya.


Saya memang tidak kepingin jadi menteri. Saya sudah terlanjur jatuh cinta dengan PLN. Instansi yang dulu saya benci mati-matian ini telah membuat saya sangat bergairah dan serasa muda kembali. Bukan karena tergiur fasilitas dan gaji besar, tapi saya merasa telah menemukan model transformasi korporasi yang sangat besar yang biasanya sulit untuk berubah. Saya juga tidak habis pikir mengapa PLN bisa berubah menjadi begitu dinamis. Beberapa faktor terlintas di pikiran saya.


Pertama, mayoritas orang PLN adalah orang yang otaknya encer. Problem-problem sulit cepat mereka pecahkan. Sejak dari konsep, roadmap sampai aplikasi teknisnya. Kedua, latar belakang pendidikan orang PLN umumnya teknologi sehingga sudah terbiasa untuk berpikir logis. Ketiga, gelombang internal yang menghendaki agar PLN menjadi perusahaan yang baik/maju ternyata sangat-sangat besar. Keempat, intervensi dari luar yang biasanya merusak sangat minimal. Kelima, iklim yang diciptakan oleh Menneg BUMN Bapak Mustafa Abubakar sangat kondusif yang memungkinkan lahirnya inisiatif-inisiatif besar dari korporasi.


Lima faktor itu yang membuat saya hidup bahagia di PLN. Dengan modal lima hal itu pula komitmen apa pun untuk menyelesaikan persoalan rakyat di bidang kelistrikan bisa cepat terwujud. Itulah sebabnya saya berani membayangkan, akhir tahun 2012 adalah saat yang sangat mengesankan bagi PLN.


Pada hari itu nanti, energy mix sudah sangat baik. Berarti penghematan bisa mencapai angka triliunan. Jumlah mati lampu sudah mencapai standar internasional untuk negara sekelas Indonesia. Penggunaan meter prabayar sudah menjadi yang terbesar di dunia. Ratio elektrifikasi sudah di atas 75%. Propinsi-propinsi yang selama ini dihina dengan cap “ayam mati di lumbung” sudah terbebas dari ejekan itu. Sumsel, Riau, Kalsel, Kaltim, Kalteng yang selama ini menjadi simbol “ayam mati di lumbung energi” sudah surplus listriknya.


Pada akhir tahun 2012 itu nanti, tepat tiga tahun saya di PLN, saatnya saya mengambil keputusan untuk kepentingan diri saya sendiri: berhenti! Saya ingin kembali jadi orang bebas. Tidak ada kebahagiaan melebihi kebahagiaan orang bebas. Apalagi orang bebas yang sehat, punya istri, punya anak, punya cucu dan he he punya uang! Bisa ke mana pun mau pergi dan bisa mendapatkan apa pun yang dimau. Saya tahu masa jabatan saya memang lima tahun, tapi saya sudah sepakat dengan istri untuk hanya tiga tahun.


Niat seperti itu sudah sering saya kemukakan kepada sesama direksi. Terutama di bulan-bulan pertama dulu. Tapi mereka melarang saya menyampaikannya secara terbuka. Khawatir menganggu kestabilan internal PLN. Mengapa? “Takut sejak jauh-jauh hari sudah banyak yang memasang strategi mengincar kursi Dirut, ujarnya. “Bukan strategi memajukan PLN,” tambahnya. “Lebih baik, selama tiga tahun itu kita menyusun perkuatan internal agar sewaktu-waktu Pak Dis meninggalkan PLN kultur internal kita sudah baik,” katanya pula.


Saya setuju untuk menyimpan “dendam tiga tahun” itu. Organisasi sebesar PLN memang tidak boleh sering goncang. Terlalu besar muatannya. Kalau kendaraannya terguncang-guncang terus bisa mabuk penumpangnya. Kalau 50.000 orang karyawan PLN mabuk semua, muntahannya akan menenggelamkan perusahaan.


Sepeninggal saya ini pun tidak boleh ada guncangan. Saya akan mengusulkan ke Menteri BUMN yang baru untuk memilih salah satu dari direksi yang ada sekarang, yang terbukti sangat mampu memajukan PLN. Kalau di antara direksi sendiri ada yang ternyata berebut, saya akan usulkan untuk diberhentikan sekalian. Tapi tidak mungkin direksi yang ada sekarang punya sifat seperti itu.


Saya sudah menyelaminya selama hampir dua tahun. Saya merasakan tim direksi PLN ini benar-benar satu-hati, satu-rasa, dan satu-tekad. Ini sudah dibuktikan ketika PLN menerima tekanan intervensi yang luar biasa besar, direksi sangat kompak menepisnya.


Kekompakan seperti itu yang juga membuat saya semakin bergairah untuk bekerja keras mempercepat transformasi PLN. Saya menyadari waktu tidak banyak. Keinginan untuk bisa segera menjadi orang bebas tidak boleh menyisakan agenda yang menyulitkan masa depan PLN. Itulah sebabnya motto PLN yang lama yang berbunyi “listrik untuk kehidupan yang lebih baik”, kita ganti untuk sementara dengan motto yang lebih sederhana tapi nyata: Kerja! Kerja! Kerja!


Tanggal 27 Oktober 2011 nanti, bertepatan dengan Hari Listrik Nasional, motto baru itu akan digemakan ke seluruh Indonesia. Kerja! Kerja! Kerja! Sebenarnya ada satu kalimat yang saya usulkan sebelum kata kerja! kerja! kerja! itu. Lengkapnya begini: Jauhi politik! Kerja! Kerja! Kerja!


Tapi teman-teman PLN menyarankan kalimat awal itu dihapus saja agar tidak menimbulkan komplikasi politik. Tentu saya setuju. Saya tahu, berniat menjauhi politik pun bisa kena masalah politik!


Sudah lama saya ingin naik business class yang baru dari Garuda Indonesia. Kesempatan ke Eropa ini saya pergunakan dengan baik. Toh bayar dengan uang pribadi. Saya dengar business classnya Garuda sekarang tidak kalah mewah dengan penerbangan terkenal lainnya. Saya ingin merasakannya. Saya ingin membandingkannya. Kebetulan saat umroh Lebaran lalu saya sempat naik business class pesawat terbaru Emirat A380 yang ada bar-nya itu.


Sejak awal, sejak sebelum menjabat CEO PLN, saya memang mengagumi transformasi yang dilakukan Garuda. Saya dengar di Singapura pun kini Garuda sudah mendarat di terminal tiga. Lambang presitise dan keunggulan. Tidak lagi mendarat di terminal 1 yang sering menimbulkan ejekan “ini kan pesawat Indonesia,  taruh saja di terminal 1 yang paling lama itu!”.


Beberapa menit lagi saya akan merasakan untuk pertama kali business class jarak jauh Garuda yang baru. Saya seperti tidak sabar menunggu boarding. Di saat seperti itulah tiba-tiba….“Ini ada tilpon untuk Pak Dahlan,” ujar keluarga saya yang akan sama-sama ke Eropa sambil menyodorkan HP-nya.Telpon pun saya terima. Saya tercenung. “Tidak boleh berangkat! Ini perintah Presiden!” bunyi telpon itu. “Wah, saya kena cekal,” kata saya dalam hati.


Mendapat perintah untuk membatalkan terbang ke Eropa, pikiran saya langsung terbang ke mana-mana.


Ke Wamena yang listriknya harus cukup dan 100% harus dari tenaga air tahun depan. Ke Buol yang baru saya putuskan segera bangun PLTGB (pembangkit listrik tenaga gas batubara) agar dalam 8 bulan sudah menghasilkan listrik.


Ke PLTU Amurang yang tidak selesai-selesai.


Ke Flores yang membuat saya bersumpah untuk menyelesaikan PLTP (pembangkit listrik tenaga panas bumi) Ulumbu sebelum Natal ini. Saya tahu teman-teman di Ulumbu bekerja amat keras agar sumpah itu tidak menimbulkan kutukan.


Pikiran saya juga terbang Lombok yang kelistrikannya selalu mengganggu pikiran saya. Sampai-sampai mendadak saya putuskan harus ada mini LNG di Lombok dalam waktu cepat. Ini saya simpulkan setelah kembali meninjau Lombok malam-malam minggu lalu. Saya tidak yakin PLTU di sana bisa menyelesaikan masalah Lombok dengan tuntas.


Pikiran saya terbang ke Bali membayangkan transmisi Bali Crossing yang akan menjadi tower tertinggi di dunia.


Ke Banten selatan dan Jabar selatan yang tegangan listriknya begitu rendah seperti takut menyetrum Nyi Roro Kidul.


Meski masih tercenung di ruang tunggu Garuda, pikiran saya juga terbang ke Lampung yang enam bulan lagi akan surplus listrik dengan selesainya PLTU baru dan geothermal Ulubellu.


Juga teringat GM Lampung Agung Suteja yang saya beri beban berat untuk menyelesaikan nasib 10.000 petambak udang di Dipasena dalam waktu tiga bulan. Padahal dia baru dapat beban berat menyelesaikan 80.000 warga yang harus secara massal pindah mendadak dari listrik koperasi ke listrik PLN.


Pikiran saya juga terbang ke Manna di selatan Bengkulu. Saya kepikir apakah saya masih boleh datang ke Manna tanggal 30 Desember, seperti yang saya janjikan untuk bersama-sama rakyat setempat syukuran terselesaikannya masalah listrik yang rumit di Manna.


Saya terpikir Rengat, Tembilahan, Selatpanjang, Siak dan Bagan Siapi-sapi yang saya programkan tahun depan harus beres.


Saya teringat Medan dan Tapanuli: alangkah hebatnya kawasan ini kalau listriknya tercukupi, tapi juga ingat alangkah beratnya persoalan di situ: proyek Pangkalan Susu yang ruwet, ijin Asahan 3 yang belum keluar, PLTP Sarulla yang bertele-tele dan bandara Silangit yang belum juga dibesarkan.


Pikiran saya terus melayang ke Jambi yang akan jadi percontohan penyelesaian problem terpelik system kelistrikan: problem peaker. Di sana lagi dibangun terminal compressed gas storage (CNG) yang kalau berhasil akan jadi model untuk seluruh Indonesia. Saya ingin sekali melihatnya mulai beroperasi beberapa bulan lagi. Masihkah saya boleh menengok bayi Jambi itu nanti?


Juga ingat Seram di Maluku yang harus segera membangun mini hidro. Lalu bagaimana nasib program 100 pulau harus berlistrik 100% tenaga matahari. Ingat Halmahera, Sumba, Timika…..


Tentu saya juga ingat Pacitan. PLTU di Pacitan belum menemukan jalan keluar. Yakni bagaimana mengatasi gelombang dahsyat yang mencapai 8 meter di situ. Ini sangat menyulitkan dalam membangun breakwater untuk melindungi pelabuhan batubara.


Dan Rabu 23 Oktober lusa saya janji ke Nias. Dan bermalam di situ. Empat bupati di kepulauan Nias sudah bertekad mendiskusikan bersama bagaimana membangun Nias dengan lebih dulu mengatasi masalah listriknya.


Yang paling membuat saya gundah adalah ini: saya melihat dan merasakan betapa bergairahnya seluruh jajaran PLN saat ini untuk bekerja keras memperbaiki diri. Saya seperti ingat satu persatu wajah teman-teman PLN di seluruh Indonesia yang pernah saya datangi.


Dengan pikiran yang gundah seperti itulah saya berdiri. Mengurus pembatalan terbang ke Eropa. Menarik kembali bagasi, membatalkan boarding, mengusahakan stempel imigrasi dan meninggalkan bandara.


Hati saya malam itu sangat galau. Saya sudah terlanjur jatuh cinta setengah mati kepada orang yang dulu saya benci: PLN. Tapi belum lagi saya bisa merayakan bulan madunya saya harus meninggalkannya.


Inikah yang disebut kasih tak sampai?



*Dahlan Iskan *


*CEO PLN*
...

Bapak, saya sungguh patah hati. Selama ini saya yang di anak perusahaan, tidak merasakan langsung bagaimana gaya kepemimpinan Bapak. Hanya lewat CEO note itu saya mengenal dekat Bapak, mencoba mengambil hal baik darinya. Note yang pastinya akan saya rindukan. Siapapun pengganti Bapak, Saya sungguh berharap adalah orang yang se-visi dengan Bapak. Mampu melanjutkan benih baik dan kerja baik yang telah dirintis, menjadi pemimpin yang Kami dambakan. Semoga di tempat yang baru, dengan tugas yang baru, Allah SWT memberikan berkah, kemudahan dan kelancaran. Amiin.

Biarlah Saya dianggap lebay karena mempublish ulang CEO note itu. Saya hanya ingin jujur dengan apa yang Saya rasa.

Oktober 10, 2011

Terlanjur Basah

Jadi begini lho, teman-teman...saya pingin sedikit sharing. Kalau merasa punya bakat atau passion pada sesuatu, usahakan disalurkan pada tempat, waktu dan cara yang tepat, ya. Kenapa begitu? Karena, jika tidak tepat atau kurang tepat...selain hasil tidak maksimal, juga dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, malu. Contohnya terjadi di kantor siang ini.

Ada seorang ibu, sebut aja X. Secara jabatan, walaupun masih manajemen yunior, si ibu seharusnya dituntut untuk santun, berwibawa dan menjadi contoh teladan. Dah bawaan orok kalau si ibu ini ekspresif sekali, dan terkenal dengan power suaranya yang membahana. Sialnya, si Ibu ini sering tidak sadar kalau beliau bicara biasa saja...terdengar kemana-mana, bahkan sampai ke lantai dua gedung admin. Hobby-nya menyanyi dan menari: dimana saja, kapan saja, selama beliau mood. Sudah kondang gulindang hebohnya. Tidak terhitung banyak orang sudah mengingatkan beliau untuk memelankan suara dan bertingkah sesuai tuntutan jabatannya, secara langsung atau tidak langsung.

Setting: 
Depan ruangan SDM, dimana didalamnya terjadi acara bullying ceng-cengan terhadap sodara Damora yang telah berani-beraninya melangsungkan pernikahan tanggal 5 lalu dan tidak memberitahukannya kepada khalayak ramai di kantor.  Tak ada hujan, tak ada badai...ibu X meninggalkan arena ceng-cengan sambil menyanyi reffrain lagu Alamat Palsu-nya si Ayu Ting Ting dan joget-joget india gak jelas. Sampai di depan pintu terjadilah tragedi berikut:

"Dimanaaa....dimanaaa....dimanaaa...."(1)
"Wah, ibu X...bahagia sekali tampaknya...bisa menyanyi dan menari rupanya.."(2)
"Mbak X, masih nyaring saja suaranya...apa kabar?"(3)
"eeee....Bapak, hehehe"(4)

Keterangan:
(1) = ibu X; nyanyi kenceng, muter-muter; tangan kanan di atas, tangan kiri di bawah
(2) = bapak General Manager; big bos yg terhitung masih baru menjabat, ditenggarai mendengar selentingan heboh ttg si ibu tapi agak tidak percaya karena appearance yang menipu belum pernah membuktikan sendiri; agak shock, nyengir lebar
(3) = bapak mantan General Manager ibu X di unit lain; wajahnya sungguh maklum, sangat maklum
(4) = ibu X; terkejut; mengangguk sambil menurunkan tangan perlahan-lahan, menangkupkan keduanya di depan, sok santun

...

See? Kalau merasa punya bakat atau passion pada sesuatu, usahakan disalurkan pada tempat, waktu dan cara yang tepat, ya. Trus, kira-kira ibu X kapok gak ya? Naga-naganya sih enggak, secara itu urat malunya dah lama putus. Dah terlanjur basah katanya. Hehehe.

Oktober 07, 2011

Cintakah (Padaku)?

Sepenggal sesi percakapan siang tadi di jendela messenger, meraja di kepala. Seorang kawan menyampaikan kabar tentang seseorang lain; tentang cinta yang diputuskan tak lagi diperjuangkan. Cinta yang kami amati dikabarkan luas kepada dunia sebegitu dalam, indah dan selamanya. Penuh kupu-kupu. 

Cinta yang membuatku dan sang kawan berprasangka...mengapa semudah itu menyerah? Terlalu mudah. Justru ketika ujian yang menghadang seharusnya adalah pembuktian kesungguhan. Kami bertanya-tanya, ....sungguhkah selama ini yang dicintainya adalah kekasihnya? Atau jangan-jangan dia hanya mencintai dirinya yang sedang mencinta? 

"Aku cinta kamu".

atau 

"Aku cinta (diriku yang sedang jatuh cinta) padamu". 


Mana yang benar? Mana yang boleh? Saya tak punya ilmu cukup untuk menelaahnya. Suka-suka saja. Saya hanya membayangkan betapa tak enaknya jika suatu ketika mendapati kenyataan bahwa cinta kekasih hati, segala madu yang tergenang, ternyata lebih untuk dirinya. Ngenes.

Oktober 05, 2011

Cincin Tak Sampai

"kangen Mimi"
"gpp. sambil terus didoakan"
"boleh nangis?"
"boleh. tergantung alasan atau niatnya. asal bukan untuk menyesali atau meratapi takdir..."
...
"matanya mbendul, idungnya mampet. nafasnya pake mulut. kaya ikan ungup2"
...

Kemarin; Selasa malam; aku demam, Ndol. Entah apa sebabnya. Sedari pagi badanku lemas, tulang terasa linu semua. Ijin telat datang ke kantor. Baru malamnya, selepas maghrib...aku tahu penyebabnya. Aku kangen kamu, Ndol. Baru sadar, kalau sedang rindu tak terobati begitulah jadinya: aku demam. Sempat menelepon Mama, dan keadaannya pun entah mengapa sedang sama denganku: merindukanmu.

Tadi siang, sambil tetap memaksakan diri berangkat ke kantor ... aku ingat hari yang sama , Rabu, setahun yang lalu. Telponku siang bolong hari itu, dari salah satu toko perak di Celuk, kau terima dengan cerah ceria. Lebih ceria dari biasanya. Aku menawarimu cincin perak bakar kesukaanmu. Kau malah minta satu set lengkap: cincin, gelang, anting dan kalung. Aku yang mendelik melihat harganya, tentu saja ngomel panjang pendek. Kau tanggapi sambil tertawa. Belakangan, dari  operan telponku ke Ucik ...aku tahu kau bilang cincin saja tak apa, kasihan aku kalau keluar uang banyak. Ucik bilang, kau tak mau merepotiku.

Ah, Ndol...kalau saja aku tahu jalannya takdir, pastilah kuberi semua yang kau mau. Uang, sebanyak apapun, tak bisa membeli waktu kembali ke masa lalu. Telpon itu, lima hari sebelum kepergianmu. Oleh-oleh dari Celuk tak pernah sampai di tanganmu. Aku tak pernah sempat bercerita tentang gelang yang kubeli bersamaan cincin-mu. Dua benda yang bagiku begitu mencerminkan kita: perak bakar, hitam, logam. Cincinmu itu berlingkar lebar, berukir daun. Kau sempat bertanya, baguskah? Kubilang: Kamu banget. Gelangku itu bintang laut bertautan. Kau pasti berpikir sangat cocok dengan gambaranmu tentangku yang mirip Patrick kan? Ah, tapi aku tahu kaupun tahu...Aku suka hiasan yang berbentuk bintang: di langit atau di laut.

Malam ini kupakai keduanya, Ndol. Setelah setahun kusimpan rapat dalam wadahnya.  Sejenak saja, karena pada akhirnya pasti tak kupakai juga. Aku tak kuasa. Selalu ada perih yang menyesak di dada. Kepergianmu tak kusesali , Ndol. Takdir-Nya tak bisa kuganggu gugat. Aku hanya menyesal tak bisa jadi kakak yang jauhhh lebih baik untukmu. Maafkan aku ya, Ndol. Maafkan aku. Aku sayang kamu, aku bangga sekali padamu...sampai sekarang masih begitu. Persis sama dengan yang kubisikkan ditelingamu dini hari itu.

Aku masih selalu berdoa, Allah SWT mengumpulkan kita sekeluarga dalam surga-Nya. Amiin.


"maaf merepotkan selalu...
sms-sms-ku ketika tak tahu harus berbagi pada siapa lagi...
yang teringat hanya sederetan nomor handphone-mu"

September 29, 2011

Kindle: Karena Emosi

Ini postingan gak penting. Sungguh. Isinya hanya akan membuktikan kebenaran suatu survey yang kira-kira isinya kalo tidak salah menyimpulkan bahwa perempuan itu seringkali memutuskan membeli sesuatu karena emosi. Survey darimana? Saya lupa apakah info ketika di bangku kuliah pas mata kuliah manajemen pemasaran atau dari artikel di suatu majalah. Survey yang dulu saya tentang tapi kali ini dengan malu-malu-mau saya aminin.

Jadi begini, hape saya sudah berusia dua tahun lebih. Menilik kecepatan perkembangan teknologi per-hape-an, tentu saja handphone saya sudah terbilang jadul. Untuk ukuran para pengikut mode dan teknologi, hal ini bisa dianggap 'sesuatu' yang ndak banget kan ya. Apalagi jika dikaitkan dengan tuntutan jabatan *staf aja belagak direktur hahahaha*. Tapi karena saya lebih mementingkan fungsi, maka biarlah saya dianggap ketinggalan mode. Cuek aja. Pun ketika hape saya mulai menunjukkan tanda-tanda penuaan dini macam susah charge baterai karena entahlah, baterai yang cepat habis, sms yang nyangkut hingga menghalangi pengiriman sms lain, sering hang....sampai tidak dapat menerima sms hanya dari nomor tertentu yang membuat saya heran sendiri dan pengirim sms protes menyuruh saya ganti hape.

Bukannya pelit atau tidak ada anggaran yang bisa disisihkan untuk beli hape baru, tapi karena saya pikir semua masalah itu masihlah bisa diatasi. Termasuk sms tidak nyampai itu yang bisa diakali dengan chatting aja *maaf ya :D*. Soal nggak gaul atau nggak update, abaikan saja. Sayang uangnya, bisa dipakai beli yang lebih penting.

Lebih penting? Eeeeee...seharusnya begitu ya. Tapiiii.....*disinilah letak kebenaran survey di atas*, saya mengiyakan ketika mas Sinfo pas awal ramadhan lalu ujug-ujug menawari saya membeli barengan sebuah benda yang  bukan prioritas dan sesungguhnya saya tidak ngeh bener apaan tuh. Hanya karena alasan:  ada hubungannya ma buku dan baca-membaca, itu benda ndak dijual di indonesia, belinya mesti jauh di benua sono, belinya mesti punya akun amazon pula, dan terakhir alasan paling nggak oke....karena covernya unyu-unyu *hehehe*. Sungguh emosional sekali kan?  Ter-la-lu *gaya bang haji*. Benda apakah itu saudara-saudara?......E-book reader! *parah kan? hahahaha*

Karena ketidak-ngeh-an, saya jadi ndak se-degdeg-an mas Sinfo ketika menunggu barang itu datang. Awalnya sih mas Sinfo berharap ini jadi teman mengisi waktu libur lebaran kemaren. Sayangnya, baru datang minggu lalu. Lama juga ya, sebulan lebih. Tak apalah, yang penting nyampe dengan selamat walaupun tak bisa buat sms dan telpon-telponan. Plus membungkam cengcengan teman-teman yang meragukan terkirimnya barang itu *hehe*.

Ini foto-foto norak yang kami ambil ketika si kindle, e-book reader itu, baru datang:



yang kanan punya mas Sinfo, yang kiri punya saya. covernya unyu kan? 
mas Sinfo aja nyesel ga pilih yang warna-warni hehehe

Jadi, begitulah. Dengan asupan ebook dari mas Sinfo, sekarang saya meminimalisir menumpuknya buku di sekitar kasur *seringnya gagal*. Tapi ya itu, kebiasaan melempar dan nyungsruk-nyungsrukin buku di sekitar kasur setelah kegiatan membaca sebelum tidur malam harus segera dihentikan. Bahaya! *hehehe*

September 23, 2011

Selepas Subuh Hari Ini

Selepas subuh hari ini, pikiran saya melayang kemana-mana. Dipicu sesuatu hal sedih yang menimpa kawan. Hal yang tak ingin saya jadikan beban, tapi alam bawah sadar sudah terlanjur merekam. Mungkin karena saya mencoba mendudukkan diri pada posisinya, untuk mengerti rasa menelan pil pahit yang tak diinginkan. Dan ingatan memanggil beberapa kisah yang hampir senada: kisah saya dan beberapa kawan lain. Kisah hati yang meminta keadilan karena tersakiti, yang berujung tanya mengapa terjadi pada kami. Alih-alih bertanya mengapa bisa terjadi, saya malah bertanya-tanya mengapa semua kisah itu terjadi setelah masing-masing melewati satu titik balik dalam hidup yang intinya adalah mencoba berjalan lurus, kembali pada-Nya.

Satu bagian surah yang tak teringat jelas, melintas-lintas di kepala: tentang ujian bagi mereka yang berikrar, mereka yang bertaubat, mereka yang mengaku beriman. Segera saja saya melipat sajadah dan menyalakan laptop, meminta mbah Google mencari yang diinginkan. Beberapa link, beberapa artikel, beberapa kajian sebelum saya termenung-menung. Dan pagi ini, saya memulai hari dengan mencamkan baik-baik isi serangkaian angka ini = 29: 2-3; 2: 216; 31: 34.
...
"Adakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan saja oleh Allah untuk menyatakan  "aamannaa" (kami telah beriman) padahal kami belum lagi memberikan ujian kepada mereka. Sungguh telah kami uji ummat sebelum mereka, dengan ujian itu jelaslah oleh kami siapa yang benar pengakuan keimanannya dan siapa pula yang dusta" (QS 29:2-3)

"Boleh jadi kamu sangat tidak menyukai peristiwa yang menimpa diri kamu, padahal itu sangat baik sekali bagimu. Boleh jadi sesuatu itu yang sangat kamu sukai, padahal sesuatu itu yang sangat tidak baik bagi kamu. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui, kalian tidak tahu apa-apa" (QS 2:216).

"Tidak ada satu jiwa pun yang bisa mengetahui apa yang akan terjadi besok" (QS 31:34).
 ...
Saya tak tahu apakah cara berpikir saya benar, apakah konteks permasalahan selaras dengan angka-angka itu. Saya hanya ingin berbagi saja. Hanya ingin meringankan beban. Ambil manfaatnya, maafkan jika didalamnya ada kesalahan, ingatkan jika ada yang tak benar. Saya yang terbatas ilmu pengetahuan ini, yang masih harus banyak belajar dari sekolah kehidupan ini, ingin lulus dengan gemilang bersama teman-teman.

September 21, 2011

Antara Aku, Ucik dan Tiga Negeri

"Li!"
"Hmm..."
"Li, kenapa sih mau temenan sama aku?"
"Lah kamu kenapa juga mau temenan sama aku?"
"Uli hodob! Ditanya malah nanya!"
"Lah kamu juga kenapa tanyanya aneh-aneh."
"Karena yang lain ga ada yang mau temenan sama aku ya?"
"Kayanya gitu, Cik..."
"Uli nyebelin!"
"Emang..."
...

Dari awal pertama berkenalan, tidak pernah terbayangkan kebersamaan kami akan melewati angka 17 tahun. Seandainya sebuah usia pernikahan, mungkin kami sudah punya anak abege gadis atau bujang. Sayangnya, saya ndak berniat naksir atau menikah dengan Ucik, sahabat saya itu *hehehe*.

Donna yang mengenalkan saya pada Ucik pas awal masuk kuliah di Unair dulu. Persis setelah acara penataran P4 selesai *ketahuan deh jadulnya*. Awalnya saya heran, kok bisa ya Donna yang buawel binti antik bin ajaib bin gaul itu kemana-mana dikuntit makhluk pendiam ga gaul berwajah pucat kotak dan jutek. Persis asisten pribadinya. Setelah agak lama mengenalnya, saya baru ngeh kalo kejutekan itu disebabkan karena Ucik sebal kebawelan Donna *gitu kok ngintil terus...huahahaha*.

Ucik itu teman tidur saya sejak 17 tahun yang lalu. Lho ya, jangan pada ngeres bacanya. Maksudnya itu, kami resmi jadi teman kost sekamar beberapa bulan setelah berkenalan.  Dilanjut pindah kontrakan setelah selesai kuliah dan bekerja (tetap di Surabaya), bahkan sampai saya pindah kerja ke Bekasi. Kami hanya sempat terpisah selama setahun. Sekarang dia kerja  dan kost di Tanggerang tetapi setiap Jumat malam pasti kabur ke Bekasi sampai Senin pagi *hehehe*. 

Yang saya heran sampai sekarang, jaman awal kuliah dulu Ucik kok rela ya meninggalkan kostnya yang mewah nan nyaman itu demi kost di kamar saya yang asli mirip pagupon (rumah burung dara): sekitar 2 x 3 m2, terletak di atas dua kamar mandi, lantai papan kayu beralas terpal plastik, dipan susun, dua meja tanpa kursi, tanpa lemari (lemari diletakkan di depan pintu kamar) dan berjendela kawat ram kecil yang menghadap ke genteng langsung. Kamar yang jika sedang diisi oleh enam sekawan menyebabkan penghuni kost lain tak berani ke kamar mandi karena takut keambrukan. Kamar yang pernah menyajikan pemandangan selepas tidur siang: kucing pipis persis di genteng depan jendela kawat ram! *hahahaha*

Ucik dan saya berbeda 180 derajat. Kesamaan kami cuma jalan-jalan dan makan-makan: bersenang-senang. Selebihnya, berbeda. Dia itu cenderung pendiam, menarik diri, ndak pedean. Sedangkan saya suka ngomong, over pede dan cenderung tak tahu malu. Ibarat lilin dan mercon bumbung. Dia feminim, saya agak macho. Dia pengalah dan ga enakan, saya keras kepala dan hajar saja. Dia resik dan rapi, saya slebor. Dia hemat, saya boros. Dia pinter masak, saya pinter makan. Dia sekutu Mama, saya yang ngerusuhi Mama. Dia seleranya Heidy Yunus, saya pilih Gerald Buttler saja *hehehe*.

Saya tak tahu apa yang membuatnya tetep lengket pada saya. Padahal selama ini saya sudah sering semena-mena dan merugikannya. Jaman kuliah, saya tak pernah mau meminjamkan jawaban tugas apapun kepadanya. Tidak pernah mau berdiskusi atau membantunya mengerjakan tugas atau skripsi sebelum dia menguasai bahannya. Membongkar seenaknya file presentasi skripsinya semalam sebelum sidang. Menularinya virus tak suka dandan. Mencekokinya dengan konser musik di mana saja dan kapan saja. Meminjam uang tabungan berharganya demi uang kuliah dan skripsi  dengan jaminan pengembalian nanti selepas kerja yang entah kapan. Sekarang, seringkali menyuruh-nyuruhnya cuti demi menemani saya jalan-jalan. Membuatnya wira-wiri ke Bekasi setiap akhir pekan. Dan lain-lain, dan lain-lain. Belum lagi tuduhan kami tak normal, dari keluarga besar pihak bapaknya *hadehhhhh*. 

Saya merasa tak banyak yang sudah saya lakukan untuknya, sedangkan dia selalu ada untuk saya dalam suka dan duka. Herannya, bukannya saya yang harusnya bertanya mengapa dia bertahan berteman dengan saya. Seringkali malah Ucik yang bertanya mengapa saya bertahan berteman dengannya. Pertanyaan yang seringkali saya jawab seenaknya seperti dialog di atas. Padahal pada kenyataanya ya tidak begitu. Saya boleh jadi adalah tempat curhat teman-teman kami, tapi siapapun yang mengenalnya secara langsung pasti cenderung lebih suka berdekatan dengannya. Sudah lama pertanyaan itu tidak diajukannya lagi. Persisnya setelah saya memberinya jawaban berbeda suatu ketika lewat tulisan di wall akun facebooknya, seperti ini:


"anonymous said that friendship isnt how u forget but how u forgive, not how u listen but how u understand, not what u see but what u feel, and not how u let go but how u hold on ... soooo, it's all about how YOU forgiving, understanding, feeling, and holding ME .... MENGERTI gak? oh ya, satu lagi...karena kau keukeuh maksa aku naik angkot padahal aku punya duit lebih buat naik taksi :)) ..."
...

Buat Ucik yang saya tahu pasti adalah silent reader blog saya ini, yang selalu bertanya bagaimana cara komen tapi selalu saya cuekin *hehehe*:


Ucik jelekkkkkkkkkkkkkkkkkk....Selamat Merayakan Hari Jadi, ya. Aku sueneng karena setiap tanggal 21 September adalah saat-saat pembuktian bahwa kau setahun lebih tua dariku. Setidaknya sampai dua bulan mendatang wkwkwkwkwk....

Oh ya, kejutan! 

Ini tak kasih kado kain batik tiga negeri koleksiku yang udah kau ecesin dari awal ngeliat. Mau-mu jadi kado nikahanmu, toh? Tak kasih sekarang saja, ya. Siapa tau bisa jadi pancingan datangnya pak penghulu :)).

Eh, btw...batik itu sejak dari awal emang kubeli buatmu. Ambil di Bekasi minggu depan. Kalo kau tak baca postingan ini n melewatkan memintanya dariku, berarti bukan rejekimu :)). Aku kan malas sms n telephone selamat selamatan :p
Half Purple and Blue Butterfly