Ia ada cukup untuk adanya sendiri. Selalu memberi, tak pernah meminta lebih dari dirinya sendiri. Kita, manusia, seringkali berlebihan mensyaratkan segala pamrih. Hadirnya adalah hakikat keberadaan kita. Ia menjadi kita selama kita bernyawa, menjelma segala kemanusiaan kita. Atau tidak. Karna ia cukup untuk adanya sendiri. Ia; cinta; adalah kau, aku dan mereka: semesta keberadaan-Nya.
(pagi yang menghanyutkan, ketika matahari serupa lukisan dibingkai awan biru, fulfilling)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar