yang terbiasa mengakrabi kesunyian...
Ceritakan padaku kisah-kisah negeri seberang:
yang memberi peluhmu aroma matahari, tanah dan air,
yang memberi senyummu oase sahara,
yang memberi matamu palung samudra
Ceritakan dengan bahasamu yang lama kuakrabi:
bahasa kesunyian
(02.08.2009)
---
Seorang sahabat tadi siang bilang sudah menamatkan tulisan-tulisanku tentangmu. Dia bilang isinya romantis, padahal menurutku itu galau semua.
Aku teringat emoticon nyengir, ngakak dan ceng-cengan kita di jendela messenger akhir-akhir ini. Kamu masih seperti dulu. Teman diskusi yang bernas, menyenangkan dan apa adanya. Tukang jalan-jalan yang bebas, tak takut sendiri atau kesepian. Pejuang tangguh yang arif dalam kerendahhatian. Darimu, aku mencangkok bibit keberanian menjalani pilihan hidup dengan keyakinan.
Kamu bilang apa waktu itu? Puisi untukmu ini bagus? Aku masih ingat mati gaya-mu ketika kau tanya mengapa 'angin'? Maafkan telah membuatmu jengah. Seperti sahabatku itu bilang, aku ini memang mengidap penyakit lebay parah. Tapi saat itu kau memang seumpama udara untukku.
"Mohon dimaafkan segala salah yang telah ku perbuat", itu jawabmu ketika kuucapkan permohonan maaf lahir batin hari raya lalu. Apa yang telah kau perbuat? Apa yang telah kita perbuat? Apanya yang salah? Aku tak pernah menganggapmu kesalahan, pun tidak juga berbuat salah. Yang telah terjadi adalah bagian lakon hidup yang harus kita jalani. Semoga saja kita pandai memetik pelajaran darinya.
Ku-publish puisi ini sebagai point positif yang menghapus semua tulisan galauku tentangmu, ya. Kamu masih lelaki angin, hanya saja sekarang tak kunanti kisah-kisah negeri seberang darimu...Ck! Cerita hobby baru jalan-jalan ke mall sungguh tak menarik hatiku. Hahahaha...