Pages

Mei 28, 2011

Malaikat Berhati Baja

Aku memandangmu terlelap dini hari ini. Memandangi jejak waktu di punggung tangan dan wajah cantikmu yang tak beruntung kami warisi. Mengikuti irama nafasmu yang lembut mengayun. Menghitung helai hitam di rambutmu. Mencoba membekukan waktu.

Mama, Mimi punya sebutan untukmu: malaikat berhati baja. Kubaca dalam salah satu tulisannya. Tak sedikit teman-temannya yang ingin mengenal kita. Mereka bilang dia bangga sekali pada kita: padaku, Arief dan terutama kau, Ma. Kau wanita nomor satu  untuknya. Kuat, tegar dan berhati sekokoh baja. Mimi bilang apalah jadinya kami ini tanpamu.

Cintamu yang tak bersyarat itu, bagaimana cara membalas semuanya? Langit mendengarmu selalu, Ma. Satu doamu tak dapat kusamai dengan seribu doaku untukmu.

Aku tak punya sebutan untukmu, Ma. Seandainya kuperas seluruh kata dalam semua bahasa di dunia ini pun, tak akan ada satupun yang mampu mewakilimu. Kau segalaku. Lebih dari akumulasi intisari kata dalam semua bahasa di dunia ini. Bukti cinta-Nya untukku.

Bermimpilah yang indah, Ma. Tentang kita, tentang bahagia. Esok hari ceritakan kepadaku mimpi-mimpi indahmu, agar aku tau arah yang kutuju.

(di kamar kontrakan; terjaga dan siaga dengan raket nyamuk full charged)

5 komentar:

May mengatakan...

terharu..semoga tante sehat selalu ya neng..
endingnya agak antiklimaks ya :)) tetep..

Rona Nauli mengatakan...

amiin...iya, semoga sehat, selalu bersyukur, dan bahagia :)

endingnya? justru awalnya dari situ. ga bisa tidur, pegang raket nyamuk...daripada bengong, nulis aja hehehe

Anonim mengatakan...

wah tukang pijat yang mana ya, bisa diwawancarai neeeh

Rona Nauli mengatakan...

opo maksudmu diwawancarai? mo bikin konferensi pers sekalian tah? aku agak2 trauma ikiii mergo dikon genit kuwi huahahahaha

Anonim mengatakan...

hahaha trauma dikon genit.....semacam salah milih yempat pijat...

Half Purple and Blue Butterfly