Pages

Desember 03, 2007

CATATAN KECIL PAGI HARI

Ia ada cukup untuk adanya sendiri. Selalu memberi, tak pernah meminta lebih dari dirinya sendiri. Kita, manusia, seringkali berlebihan mensyaratkan segala pamrih. Hadirnya adalah hakikat keberadaan kita. Ia menjadi kita selama kita bernyawa, menjelma segala kemanusiaan kita. Atau tidak. Karna ia cukup untuk adanya sendiri. Ia; cinta; adalah kau, aku dan mereka: semesta keberadaan-Nya.

(pagi yang menghanyutkan, ketika matahari serupa lukisan dibingkai awan biru, fulfilling)

November 25, 2007

JAZZ’S SEASON II

Kedua, JakJazz. Awalnya sih ogah nonton secara tiket daily-nya dibandrol 300 rebuan. Nggak mungkin dong beli satu, minimal dua-lah ama si Mimi. Tapi ternyata eh ternyata, si Mimi berhasil mendapatkan tiket 300 rebu dapat dua. Jadi deh nonton *hehehe*.

Nonton JakJazz harus pake persiapan kalau tidak tragedy JGTC terulang (abis workshop di Cimanggis, bawain travel ke mana-mana. Berat). Si Mimi bela-belain jemput ke Grogol pagi-pagi karena kakaknya ini buta jalan. Property disiapkan dengan sungguh-sungguh:

  1. TIKET. Ga lucu kan kalo ketinggalan. Beli lagi? Mahal, jek.
  2. KAMERA. Untuk mengabadikan moment bersejarah plus kenarsisan diri.
  3. DOMPET. Termasuk duit, tentunya. Secara kita perlu ongkos transport (bis + taksi) dan makan malam. Kenyataannya dari sore sampai malam: ongkos bis, makan 2 kali, minum 3 kali, toilet 3 kali, satu kaos, satu payung, dua cd plus ongkos taksi. Mahal maintenance daripada tiketnya *huehehe*.
  4. KOSTUM. Karena acara bertaraf internasional dan tiketnya lumayan mahal, berarti musti agak-agak jaim dong. Dan ternyata lumayan pusing juga memilih satu kostum dari….tiga stel baju main yang kupunya *huehehe*.

Untuk ukuranku yang gapsen (gagap seni) ini, Jakjazz itu keren. Mau masuk lokasi musti dideteksi logam dulu. Trus ada panduan acara yang namanya official program book yang musti dibeli biar ga bingung secara panggungnya aja ada tujuh (artinya: survey lokasi itu penting sekali, saudara-saudara!). Stan para sponsor dan penggembira di atur jauh-jauh dari panggung. Stan makanan di lantai dua. Buatku ini pas banget supaya kita jadi lebih konsen nonton, bukannya belanja *alesan…alesann*.

Aku ama Mimi nonton di hari kedua, tanggal 24 November, berarti special show-nya adalah Spyro Gyra (yang musti bayar lagi kalo mau nonton). Karena tiketnya mahal dan kami juga ga mudeng apa hebatnya mereka, jadilah kami merancang nonton yang sudah nggak asing di telinga saja. Kami pilih acara outdoor di seputar big stage 1 dan 2 dengan urutan:

  1. Dwiki Dharmawan & the Next Generation (big stage 2: 18.45-20.00)
  2. Ireng Maulana & Friends feat. Andien & Warna (big stage 2: 21.00-22.15)
  3. Monday Michiru (big stage 1: 23.15-00.30)

Sebelum mas Dwiki main, kami jenguk The Doctor di Frestea Garden Stage lalu nongkrong di stage Jajan Jazz yang deket big stage 2. Lumayan buat membiasakan telinga kami sebelum ketemu para maestro *ciee...*. Yang main keyboard di Jajan Jazz mimiknya lucu. Ekspresif sekali mirip orang idiot *sorry….:p*. Beda banget ama vokalisnya yang bergaya serius mirip penyanyi seriosa. Si Mimi dah ngakak abis ketika kukonfirmasi bahwa si vokalis mirip-mirip ama si Amran *hehehe*.

Untuk mas Dwiki, itu pertama kalinya aku nonton live. Permainan keyboardnya keren. Nggak heran kalo pernah nyabet best keyboard award tahun 85 di Yamaha light music contest, Tokyo. The next generation-nya muda-muda jek. Yang pegang perkusi ama gitar baru 14 tahun *weleh…*. Yang bikin aku suprise adalah ketika mas Dwiki mengiringi penyanyinya, Dira, cuman pakai piano untuk lagu Somewhere Over the Rainbow. Sementara dengan khidmat aku merem-melek menikmati lagu, tiga bule sebelah kananku pasang tampang mupeng lihat gaya seksi si Dira. Duasar!

Kelar mas Dwiki, sebelum Om Ireng, kami punya waktu satu jam buat makan (lagi) ama ke toilet (lagi) plus iseng masuk ke Impro Stage buat nongkrongin Jilly Likumahuwa & Friends. Suasananya akrab banget. Mungkin karena di dalam ruangan dan stage-nya rendah kali ya. Plus musiknya yang brazilian banget. Badan maunya goyang terus, secara si Jilly-nya komunikatif ama audien. Klop. Aku masih sempet dengerin si Jilly nyanyi lagu brazil ama Luciano Antonio. Sekalipun lagunya romantis plus cuman diiringi gitar akustik, tetep aja kakiku pengennya goyang mulu *weleh…*.

Penampilan om Ireng sama persis seperti di JGTC. Aku dan Mimi dah kecewa aja. Sedikit terhibur dengan penampilan saxophone Didik SSS plus ketika Andien bawain cheek to cheek. Sebelum acara kelar kami dah cabut dari big stage 2 dengan tujuan Idang Rasjidi di big stage 1 sekalian nunggu Monday Michiru. Apa daya di tengah perjalanan kami malah nyasar di super premium stage: tertarik permainan Bill Sharpe & Geography. Kueren, jek. Permainan piano-nya Bill keren, maklum anggota Shakatak sih ya…Belum lagi bassistnya si Tetsuo Sakurai. Arghhh…ga kuat, untuk ukuran Nihon-jin dia ganteng lah…*walo si Mimi menolak mentah-mentah heheh*. Walhasil, Idang terlupakan.

Nggak jadi nonton Idang, Monday Michiru batal ditonton pula karena si Mimi ngotot pengen lihat Glenn Fredly di big stage 2 yang main bareng Barry Likumahuwa Project. Tapi nggak nyesel, kok. Suer…Barry main bagus, komunikatif pula. Terus terang, aku nyesel kenapa baru sekarang tahu ada anak negeri yang berbakat ini *hiks…*. Aku suka instrumentalia pembukaannya : Walking in the Baseline, plus lagu ciptaannya: Mati Saja, yang dibawain ama si Matthew pemenang lomba bintang cari bintang *???*. Trus aku suka cara dia ngajak Bapaknya, Benny Likumahuwa, buat main bareng. What a happy family, gitu kan.

Terlepas dari permainan bass-nya yang keren plus mudah diterima ama telinga, aku dah terpesona sejak awal dengan lesung pipi-nya *gyahahaha…akhirnya, ngaku juga :p*. Manis sekali, saudara-saudara. Secara kostum, dia beda banget ama bapaknya yang rapi sekalipun pake jeans: kaos hitam belel plus celana kain hitam belel yang kedodoran pula. Pemanisnya cuma scarf merah di leher ama gelang hitam motif di tangan kanan. Cowok-cuek-banget. Gabungkan kostum itu dengan rambut jabrik gondrong sebahu, plus berantakan, dan ekspresi bibir yang manyun selalu. Maka saudara-saudara, adalah seperti bertemu oase ketika tawa mengukir manis lesung dipipinya. Alamak….Musik tak selalu harus dinikmati telinga saja, toh? *huehehehe*

Acara selesai pukul setengah satu dini hari. Setelah sempet menjenguk Monday Michiru yang asyik ngobrol di big stage 1, beli cd Padi *bingung*dan dvd Michael Buble *emosi*, beli payung guede, jepret sana-jepret sini, cari minuman lagi…akhirnya kami pulang naik taksi dari depan Istora. Alhamdulillah, ada taksi Blue Bird lewat. Pukul dua dini hari nyampe kost dengan selamat. Kelar mandi, aku tidur dengan senyum tersungging di bibir: sampai ketemu lagi JakJazz 2008, sampai ketemu lagi Barry…di mana? Java Jazz 2008? Oke deh….Siapa takut….heheheh.

JAZZ’S SEASON I

Ceritanya nih, kemaren malam aku nonton JakJazz 2007 di Istora Senayan. Minggu lalunya, nonton Jazz Goes To Campus (JGTC) 2007 di FE UI Depok. Jadi, boleh dong kubilang bulan ini adalah musimnya Jazz, setidaknya untukku *hehe*.

Aku bukan penggemar fanatik jazz secara kupingku ini tak pernah keberatan dengan segala aliran musik sepanjang masuk kriteria: enak didengar *dengan syarat dan ketentuan berlaku*. Jadi, mengapa jazz? Musik yang menurut Ratna cuman bisa bikin dia tidur dengan sukses? Well, banyak alasannya.

Pertama, JGTC. Keinginan buat nonton muncul pas baca iklan di sebuah majalah sambil nunggu asinan di Kafe Betawi, SenCi *bener ga sih nulisnya*. Yang ada diotakku: “wah, acaranya kaya yang di Hall ITS kali ya”. Kenyataannya: “Lho, kalo jazz ga ada orkestranya toh”. Yah, maap saja saudara-saudara. Karena belum berpengalaman nonton acara jazz, plus sekalinya nonton musik serius adalah nonton Twillight Orchestra, jadi ya ndak salah toh kalau berpendapat jazz dimainkan dengan orchestra *dasar bego! huehehehe*.

Terlepas dari kesalahan persepsi tadi, alasan sebenernya ngebela-belain ke JGTC adalah pengen nonton Tompi secara live. Yap, aku adalah penggemar suara cempreng nan unik milik Teuku satu ini. Sejak kapan? Hmm… sejak di suatu malam yang sepi ketika acara TV lain amat sangat membosankan, Tuhan menakdirkanku iseng mengganti channel TV ke TVRI: tayangan ulang Tompi pas main di Java Jazz *2005 or 2006,ya? lupa*. Improvisasinya: unik dan keren abis. Pfuiih…jadilah sekarang aku kolektor dua albumnya *hehe*.

Sayangnya, di JGTC kemaren aku ngerasa sedikit kecewa. Selain karena cuma nyanyi 3 lagu, aku ngerasa Tompi nggak all out. Interaksi ama audien juga kurang, nggak seperti waktu nonton di TV. Terbersit juga pikiran buruk: mungkinkah karena acara dibuat oleh mahasiswa? Karena tiketnya murah? Well, info terkini dari si Mimi mungkin disebabkan Depok yang macet secara malam itu juga abis nyanyi Pak Dokter ini musti jaga di RSCM sampai jam dua pagi. Well….who knows?

Tapi untungnya kekecewaan itu lumayan terobati dengan keberhasilan mengiming-imingi Aa Gatot *huehehe…semoga ga kualat :p*. Trus, terobati juga dengan lautan pemandangan indah para daun muda. Mahasiswa, gitu loh…..*huehehe…tetep, yukkkk*.

November 17, 2007

INGINKU, CAHAYA

Ingin, kutangkap cahaya

ketika warna tak daya mewakili

ingin, kuarungi dunia cahaya

kernanya rindu mengeja abadi:

di segi lima memori,

meski tak menyentuh dunia mimpi


inginku, cahaya

(teras seruni, wisma hijau, cimanggis)

November 15, 2007

MASIH BERAHASIA

pernah kubaca pertanda:

ketika daun hijau luruh di rimbun jati

dibingkai pintu tua,

yang kehilangan daunnya

di atas kursi goyang,

yang deritnya seakan berkata:

Ia masih berahasia

(tol priuk, pagi, dalam perjalanan ke muara tawar)

Oktober 09, 2007

DI JAKARTA: TIGA BULAN BERLALU

Jakarta, awal Oktober ini, setiap sore atau malam adalah gerimis. Kadang hanya merintik, kadang menderas. Terkadang berpertanda, kadang diam-diam, mendadak, menyentak, berahasia…

Aku tak sering menjadi melankolis karenanya. Sebagian besar. Adalah tetap pilihan kita di saat hujan: menjadi melankolis atau tidak. Walau seringkali, hujan: suara dan bebauan yang dibawanya, menggiring atmosfir ke arah sana.

Oh, sudahlah…sore ini aku memang menjadi melankolis. Memilih menjadi melankolis. Hujan hanyalah pendukung suasana.
Termasuk kondisi tubuh yang sedang tidak fit karena kecapaian.

Tiga bulan berlalu sejak kepindahanku ke Jakarta. Tiga bulan yang secara keseluruhan boleh kubilang baik-baik saja. Walau kadang merasa betapa sendiri, sepi dan terasing. Oh, no…aku tak hendak mengeluh. Ini sebuah proses adapatasi yang harus kulalui. Sambil sesekali bertanya-tanya bagaimana lingkungan di sini akan memberiku warna.

Mungkin teman-teman kantor di Gresik (bahkan di Bekasi, sekarang) akan bertanya-tanya: bukankah seharusnya segala sepi itu tak perlu? Karena aku lebih dekat dengan keluarga? Well, baiklah. Jarak tempuh kost-ku dan rumah orang tua memang lebih dekat. Kewajiban tak tertulis, tanpa perintah, untuk pulang setiap akhir minggu adalah mudah. Tapi mengapa kost? Itu adalah harga untuk sebuah gengsi, harga diri, atau apalah namanya, yang sudah terlanjur terbentuk diotakku. Sekali aku keluar dari rumah, berarti aku telah siap membangun sebuah ‘rumah’ sendiri. Rumah lahir dan batin.

Bukan, bukan rumah, jarak atau kemacetan di Jakarta yang menyudutkanku dalam sepi. Aku masih punya banyak keceriaan yang sama, tawa yang sama, optimis yang sama, toleransi yang sama, kebaikan dan kelembutan hati (ehm) yang sama. Mungkin juga keluguan (atau kenaifan?) yang sama.

Sepi itu mungkin ada lebih karena sedih. Aku menghabiskan tiga belas tahun hidupku di antara orang-orang: kost, kampung dan kantor, yang kasih sayang adalah peduli walau seringkali tak diucapkan atau diingkari dengan kata-kata. Walau dalam kadar tertentu mungkin memasuki batas mengganggu *hehehe...*.

Aku tak (atau belum?) menemukannya di Jakarta. Setidaknya di luar kantor. Setiap orang sibuk dengan dirinya sendiri, tergesa-gesa seperti dikejar sesuatu. Oh, ayolah…aku mengerti tuntutan dan tekanan hidup di kota besar. Tak bisakah melambat atau berhenti sejenak untuk menikmati kemanusiaan kita? Bukankah nilai yang kita pegang sebagai orang timur kebanyakan adalah sama?

Entah di mana salahnya, aku seringkali jadi merasa terasing ketika segala hal yang seharusnya biasa dilakukan jadi terasa luar biasa atau mengganggu untuk orang lain. Salam yang tak dijawab, senyum yang tak dibalas, pengertian yang berujung celaan. Yah, semacam kau menggeser tempat dudukmu di dekat pintu di angkot untuk seorang bapak, ibu atau mbak-mbak dengan bawaan berat yang berujung lirikan tajam penumpang disebelahmu. Atau pandangan yang terasa meremehkan ketika tempat duduk di bis kau berikan kepada seorang paruh baya atau ibu-ibu hamil. Atau tatapan mata curiga ketika kau membereskan perlengkapan mandi teman kost-mu yang berantakan dan tersebar di lorong. Dan sejenis lainnya.

Mungkin seharusnya dari awal aku tak berharap banyak. Bukankah sejak awal Mimi, adikku, lewat surat yang ditinggalkannya di meja kost-ku sedikit mengingatkan: “…Mbak, laptopmu tak kunci di lemari. Kuncinya plus kunci kamarmu tak titipin ke Mbak Atin. Jangan naruh barang sembarangan di kost. Ati-ati, di Jakarta banyak orang yang ndak bisa dipercaya.”…

Aku, mungkin memang terlalu naif.

Aku memilih menjadi melankolis sore ini karena mbak Prapti, asisten di tempat kost, pamit pulang ke desa malam ini juga. Si mbak adalah salah satu dari empat asisten yang jarang kutemui kecuali malam hari ketika mereka menyusun baju bersih di locker, mematikan lampu selasar depan kamar, ketika aku mengulurkan majalah, tabloid atau koran yang telah kubaca. Kadang juga kusapa sekedarnya di sabtu pagi atau minggu sore ketika aku mencuci baju di lantai teratas. Semalam mbak Prapti mengulungkan selembar surat yang ditulis di balik kertas bekas fancy sticker: dari tiga temannya yang telah mudik dan tidak kembali ke Jakarta. Entah mengapa mengingatnya membuat dada menyesak. Sebagian karena sedih, kehilangan, dan sebagian lagi karena harapan.

Dimulai dengan: dear, mbak Rona, dan sebuah tulisan arab gundul berbunyi Assalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarokatu, surat itu berisi:

“Mbak sebelum dan sesudahnya kami berterima kasih …. Dan kami juga mau minta maaf jika selama ini kami telah berbuat kesalahan sama Mbak. Semoga rizkynya Mbak Rona lancar dan cepat mendapatkan calon yang baik dan yang bisa menjadi imam dalam keluarga. Amiiin. Kami: Rina,Iis, Lulux.”

Aku mendapat doa sebanyak itu hanya karna sapa sederhana tanpa perlu banyak kata. Seringkali hanya sebuah anggukan dan senyuman. Tulus. Well, what can I say? Jakarta… aku tidak akan pernah menyerah.

Juli 12, 2007

MARATHON...

Bulan Juni-Juli ini emang bener-bener deh. Marathon beneran. Mulai dari bikin anggaran tahunan, reuni keluarga di yogya, ampe orientasi pindah kerjaan baru di Muara Tawar. Semua sambung-menyambung menjadi satu dari awal Juni ampe ntar akhir Juli. Pfiuhhh.....

Penyusunan anggaran tahunan harusnya tidak terasa ngoyo secara dah rutin dilakukan per tahun. Tetapi jadi masalah ketika waktu penyusunan cuma dikasih 3 minggu doang! Mana organisasi lagi pada dirombak-rombak! Mana para DM baru juga ribet ama masalah-masalah lain! Mana bos gede maunya yang nyusun draft itu para DM! Wis, kacau...seandainya bos gede ga terlanjur disposisi, mungkin lebih gampang kita-kita aja yang nyusun. Nembak, maksudnya *kelakuan :p*

Pada akhirnya acara tembak menembak tetep kulakukan karena para DM *kecuali teknik* bikin draftnya rata-rata kacau or malah gak bikin! Wes, mimpi-mimpi muliaku dilupakan saja dulu secara date line, reuni yogya dan orientasi menunggu *heheh, kelakuan*!

Yap, acara berikutnya adalah reuni keluarga besar mbah buyut di Yogya! Untung aku dah survey hotel sebulan sebelum hari H. Kalau tidak....bakalan nggak dapet karena barengan ama liburan sekolah! Pfiuhhh...

Acara reuni kulakoni diantara 2 minggu orientasi kerjaan baru di Muara Tawar! Yap, Muara Tawar! SK pindahku resmi diteken tengah Juni. Karena dari semula ga ada tanda-tanda itu SK bakal turun ke aku, akhirnya ya kerjaan anggaran kuterima juga. Coba kalau dia terbitnya awal-awal...kan aku ga usah ngoyo gini *huhuhu*. But, sudahlah...here i am...di MTW.

Muara Tawar...hohoho...penuh dengan darah muda! *slllrrrp!...hiya, hehehe* Iseng kutanyakan ama si Tris, emang beneran di MTW rata-rata usia seluruh pegawai adalah 34 tahun! Bow, bayangin aja di sebuah BUMN yang pegawainya rata-rata dah senior, ternyata ada unit yang seger-seger gini. Wis, sing kuat iman ae Ron...hehehe.

Maret 20, 2007

MENU LUNCH LONG WEEKEND...

Aku diet dah sebulan lebih...lumayan dah turun 5 kiloaan *:p*. Ikutan weight management program *ciee...:p*. Makan cuma boleh sehari sekali. Gpp sih, soalnya boleh makan apa saja. Secara dari Senin ampe Jumat musti makan siang di kantor yang ostosmastis dengan menu seadanya....maka weekend selalu jadi ajang buat cari-cari makan enak.

Long weekend kemaren aku dah siap merancang menu buat 3 hari : sabtu, minggu dan senin. Sabtu, aku janjian ama si Ulil di Galaxy buat graus-graus baked potato with chili and cheese. Menu yang kupilih: garden salad, baked potato with brocolli and cheese plus chilli beef soup. Uenak je...kenyang, biar ga makan nasi sama sekali secara potato-nya guede banget *hehehe*.

Menu minggu kupilih makan bareng si Ucik *lagi....* di the Bee's. Pilihan kali ini dibuka dengan appetizer green salad, main course-nya mohanjok rice box plus aneka dim sum. Uakeh banget. Kuenyang...penuh dengan sayur dan buah-buahan secara minumnya pake truitillo...campuran antara tomat, wortel dan entah buah apa lagi *:p*.

Hari senin, karena banyak kerjaan rumahan yang harus diselesaikan, jadilah aku ama si Ucik masak sendiri...Menu yang dipilih yang simple aja masaknya. Nasi merah plus Tom Yam Goong. Yummy sekali...uenak...

Selasa, pas pake baju seragam kantor buat upacara....baru deh terasa sedikit menyesak...*huehehe*. Gitu jadinya kalau kalap *:p*

Maret 07, 2007

KUTUKANKU

Aku merasa dikutuk karena dua hal : pecinta keindahan dan berjiwa muda. Kaitkan keduanya dengan usia, status lajang, kelebihan hormon dan nilai kewajaran yang berlaku. Hasilnya? Hanya Tuhan dan aku yang tahu sejauh mana kewarasanku berusaha menempati porsinya *hehehe*.

Maret 05, 2007

KETEMU CUNGUL (LAGI) DI MK 2

Sehari kelar diklat MK 2. Gak bisa tidur padahal besok harus kerja. Jadi ya maen komputer aja sambil denger musik.

Oh ya, kelupaan... Diklat kemaren aku bareng lagi ama si biangnya rame. Si Cungul! Walah,…Makhluk satu ini hobby banget bikin aku ngakak karena kelihaiannya ngocol dan memojokkan orang lain tanpa merasa bersalah. Kalau pelatihan bareng dia alamat ga bisa konsen! Ngakak melulu *:p*. Demi stabilitas nasionalku, sengaja sepanjang pelajaran aku ngehindar abis. Untungnya dia nemu korban lain, si Lusy yang ngomel-ngomel juga secara ga bisa konsen *huahaha*. Selamet…selamet…

Selama pelajaran aku bebas dari keisengannya. Tapi kalau pas break and game di luar…walah, gitu deh. Heboh! Abis gimana ya…si Cungul tuh dasarnya emang lawan tanding bersilat lidah yang top *hehe*. Soal ledek meledek boleh jadi kami berseteru. Tapi sebagai anggota grup kami termasuk kompak banget *:p*. Pasangan yang klop buat ngerjain grup lain kata panitia. Provokator top *hihihi*. Hasilnya? Grup kami juara!!! *Horeeee…*

Mau tahu contoh ledekannya di depan panitia? Kaya gini nih: “Rona iku ayu lho. Deloken wis, rak ayu. Gak percoyo tah? Wooo, tau ono wong gresik sing seneng karo de’e terus ngomong nek Rona iku paling ayu lho…sak gresik!” Para audiens tentu saja speechless sambil pasang wajah jengah tiga perempat tak percaya *tentu sajah!*. Terus si Cungul nambahin, “wong gresik iku ngomong nek Rona paling ayu sak gresik…sak turbine! Takonono tah nek ga percoyo! Audiens bengong sejenak sebelum akhirnya ngakak abis ketika aku ngomel-ngomel: “yo, terang ae paling ayu…wong dibandingnone karo wesi, karo baja, karo pipo, karo turbine…ngono kan maksudmu”.

Tapi kalau dipikir-pikir, biar si Cungul suka sadis kalau ngatain aku…sebenernya aku tahu dia care dengan caranya sendiri. Suka khawatir plus ngomel-ngomel kalau aku dilaporin si eneng lagi drop. Entah jiwa or raga *hmm*. Suka ngasih sudut pandang yang nggak kepikir diotakku kalau lagi judek. Suka ngasih petuah-petuah macam orang tua. Aku tahu kapan dan dengan cara apa dia serius *dalam becandaan sekalipun* dengan petuah plus ucapan-ucapannya. Termasuk suatu ketika di tengah acara ngobrol ringan pas break, entah atas pertimbangan apa tiba-tiba tanpa tedeng aling-aling dia tanya status salah satu panita, si M. Aku langsung kabur ketika mencium gelagat perjodohan!

Karena kabur, aku nggak tahu reaksi M. Aman buatku, secara becandaan or serius aku sedang amat sangat rentan dengan segala tanda dan isyarat penolakan *hmm, tidak setelah segala topan badai yang terjadi*. Karena nggak tahu reaksinya, selanjutnya aku tetep bisa bebas ngobrol macam-macam bareng si M. Berdua or rame-rame *hehehe*. Maaf ya Ngul… sejujurnya idemu amat sangat menarik hati karena chemistry-nya dapet banget. Tapi aku ogah gambling! Walau musti pura-pura ga tertarik tawaran Meru Betiri or Mataram sekalipun. Heh…

Eh, kok aku jadi membayangkan gimana ya rasanya kalau diklat bareng si Cungul and si Eneng juga? Wooo, pasti seru. Tapi mungkin gak sih??? Hmmm…

SELAGI BREAK SIANG DI HARI TERAKHIR MK 2

Here I am….. Yap, sedang bengong nunggu pelajaran sesi siang diklat Manajemen Keuangan 2 di mulai. Pukul 13.40; berarti empat puluh menit terlambat dari jadwal. Dosennya dah datang but keluar lagi ngeliat isi ruangan yang cuma empat biji: aku, Lusy, Pak Hairul ma si Sobah. Begini deh resiko hari terakhir setelah Senin ampe Jumat pelatihan dari pukul setengah delapan ampe sembilan malam. Ogah-ogahan, dah pada jenuh. Mana tempat diklat deket banget dari pasar Atom. Heh…

Ntar malam ada ujian tulis tapi para ibu pada keasyikan belanja dari pukul 11.15 *walah*. Mau belajar juga males banget…Si Lusy lagi asyik ngutek laptop ama Pak Hairul. Si Sobah sibuk sendiri. Hmm…enaknya emang ngelamun sambil nulis mumpung lagi sepi *hehehe*.

Lamunan pertama, lebih ke bertanya ama diri sendiri. Di kala para ibu sibuk lari ke pasar Atom selagi jam istirahat, kenapa kok aku ogah-ogahan ya? Lebih milih ngetem di kamar or ruang diklat. Gak sendiri sih, kebanyakan bareng Lusy. Kenapa ya? Padahal kan baru aja gajian plus dapat insentif kerja. Pas Jum’atan kemaren sempet juga sih ikutan ke pasar ma ITC. Itu juga karena pengen liat toko emas yang direkomendasi si Ucik. Tapi pas ampe sana bukannya beli emas permata, bawaanku malah pengen balik terus. Sempet nyomot bros bunga item and anting buat Mimi, imitasi sih, ama beli buku di ITC (beli buku yang ada foto weddingnya si Wowo!). Yah, cuma itu aja. Aku emang niat berhemat tahun ini, tapi kayanya ga ada hubungannya deh ama itu…secara sedikit idle cash juga ada. Hmmm…

Ok, next. Apa ya….? Oh ya! Diklat kali ini kok aku tahan banget ya konsentrasi dari pagi ampe malam? Mana ga ada ngantuk-ngantuknya! Padahal aku musti berangkat pagi-pagi dan pulang malam-malam, naik taksi, sendirian. Itu karena aku ga mau nginep di hotel yang bekennya hotel short time *Hiii….*. Apa ada hubungannya ama diet-ku ya? Karena ga ngemil, membatasi makan plus banyak minum air putih? Mungkin aja kali ya…. Hmmm…

Eh btw, soal hotel short time-nya…Selasa malam, aku ngerasa dipelototin ama mbak-mbak menor yang nongkrong di warung rokok depan hotel pas lagi tengok kanan-kiri cari taksi yang ga ada sebiji pun! Waduh, serem! Aku cepet balik ke hotel and minta tolong ama orang di pos jaga buat nyariin taksi! Mungkin aku agak parno kali ya…tapi kan syereemmm. Siapa sih yang nyariin tempat diklat mesti di hotel beginian? Please deh! Yah, walaupun kalau pulang aku suka juga kalau dilewatin kawasan perdagangan Surabaya jaman dulu. Banyak gedung tuanya. Jadi tambah pengen punya camdig nih *hiks*.

Ok, next lagi! Balik ke acara diklatnya. Aku ketemu lagi ama dosen favorit jaman masih kuliah. Pak Suyunus! Beliau itu dulu dosen dan ketua jurusan program D3 akuntansi pas aku di D3. Terus ketemu di mata kuliah Akuntansi Lanjutan selama dua semester pas aku alih jenjang ke S1. Aku seneng banget ama cara beliau ngajar. Terstruktur. Ada silabus lengkap, konsisten ama jadwalnya, and bikin semangat belajar karena tugasnya yang seabreg itu. Aneh? Emang, secara MK ini adalah salah satu MK yang bikin anak akuntansi di fakultasku lumayan bete karena rumit and banyaknya materi *hehe*. Aku inget jaman itu aku sering belajar bareng ama Mona, Harry and Maya khusus buat MK itu *hmm*. Hasilnya? Kami berempat sukses ngantongin nilai A gemuk *yippi…*! Iseng aku tanya ke beliau masih ngajar mata kuliah itu gak? Eh, ternyata masih. Wah, jadi kangen pengen kuliah lagi….

Jadi gitu deh, selama beliau ngajar aku lebih banyak ngedengerin sambil senyum-senyum sendiri *hehehe*. Jadi pengen banget telpon Mona ma Harry saat itu juga! Norak ya…tapi untung ga kejadian karena pulsaku habis *:p*. Beliau masih dengan gaya yang sama: sistematik, minim tulisan tapi mudah dimengerti plus ga lupa selipan kata-kata bijak. Trus yang bikin aku nyengir lebar sembari terharu *kok bisa ya* adalah ketika si Bapak nganggep aku ini koleganya. Walah…padahal aku masih dan selalu ngerasa jadi mahasiswanya. Ah, jadi tambah pengen kuliah!!!

Next. Jumat kemaren telpon si eneng di kantor. Urusan si mbak Yuli yang ga bisa juga ditelpon-telpon. Eh, ada si yayang Ayip di kantor. Lho kok? Ngapain dia? Ngambil pesangon? Bukannya dititipin bang Oji *hmmm*? Tapi kok datengnya pas aku ga ada? Curang! Aku kan jadi ga bisa ngerjain! Oh, tunggu dulu. Selalu ada cara buat bikin merah mukanya walau tanpa kehadiranku *hehehe*. Thanks ya neng...*:p*

Well, kelas dah penuh nih. Dosennya juga dah datang. Musti siap-siap pasang kuping lagi. Pak Hairul dah bolak-balik ngeliat ke aku sambil pasang tampang bertanya-tanya. Bingung kali ya lihat aku sibuk mojok sambil nulis *hehe*.

(coretan iseng pas MK 2, minggu lalu)

BERDUA LEBIH BAIK

lihatawandisanaberarakmengikutikupastidiapuntahuinginakulewatilembahhidup
yangtakindahnamunharuskujalaniberduadenganmupastilebihbaikakuyakinitubila
sendirihatibagailangitberselimutkabutberduadenganmulihatlahawandisanaberar
akmengikutikupastidiapuntahuinginakulewatilembahhidupyangtakindahnamunhar
uskujalaniberduadenganmupastilebihbaikakuyakinitubilasendirihatibagailangi
tberselimutkabutlihatlahawandisanaberarakmengikutikupastidiapuntahuinginak
ulewatilembahhidupyangtakindahnamunharuskujalaniberduadenganmupastilebihba
ikakuyakinitubilasendirihatibagailangitberselimutkabutberduadenganmupastil
ebihbaikakuyakinitubilasendirihatibagailangitberselimutkabut...

(lagi seneng banget rengeng-rengeng pake lagu ini :p)
Half Purple and Blue Butterfly