Pages

Maret 28, 2006

MAKHLUK MANIS DI HAURGEULIS

(Catatan perjalanan II di Al Zaytun)

Hari pertama di MAZ, pasca shock dan stress, aku coba membuang segenap persepsi yang nyangkut di otak. Supaya kontradiksi yang kutemui tak makin mengganggu tugasku di sini, kuputuskan untuk open mind saja. Yah, boleh dibilang aku menggunakan jurus yang sebenernya kuhindari : Cuek beibeh, urus urusanku sendiri. Mekanisme pertahanan diri yang tidak membanggakan blas…hua… Yah, daripada aku senewen terus-terusan…

Selesai mandi, mengunyah dua batang silver queen (agak alergi ke restoran) dan tidur sejam, aku menyibukkan diri di ruang meeting yang ternyata dalam jangka waktu kurang dari dua jam selama aku istirahat telah disulap menjadi rapi sesuai permintaan kami. Sudah dingin pula. Hmm, cepet juga kerjanya ya. Ok, terus langsung menyiapkan training kit dan registrasi peserta. Sendiri pula. Secara para makhluk yang lain kurang perduli kerjaan remeh tapi perlu ini..heh…sabar..sabar...

Karena kuputuskan tidak tidur lagi, aku ngutek apa saja di ruang meeting. Untunglah akhirnya satu persatu panitia berdatangan (kecuali tim negosiator) termasuk mbak Indah dari PSI. Bersama pimpinan Al Islah kami berbincang-bincang dan mengatur jadwal mengingat pihak MAZ menyelipkan acara berkeliling ke dalam agenda kami. It’s ok…

Jadwal pelaksanaan acara terpaksa di undur. Muara Tawar harus menghadiri pelantikan manajer UP yang baru sehingga datangnya telat. Muara Karang belum datang juga. Cirata apalagi, pakai acara kesasar pula. Waduh, kacau dah. Karena sampai menjelang acara makan siang peserta belum datang, aku mencari tebengan ngeprint daftar hadir di loby karena print kami ngadat total. Lalu balik lagi ke ruangan meeting.

Dari sinilah cerita ini dimulai…

Kenapa begitu? Karena begitu balik ke ruangan, aku terbengong-bengong (lagi). Ada bunyi cek sound dan segerombolan makhluk di ujung kanan depan. Lho, masak pelatihan ada musiknya? Kok aneh ya…Ya memang aneh, tapi itulah yang terjadi. Di depan, telah siap hiburan dengan alat musik, pemain dan penyanyinya. ??????...Ada dua penyanyi perempuan, pemain bas cetol, pemain perkusi, pemain gendang, dua pemain gitar, dan pemain biola…

Cerita ini bersubjek pada pemain biola itu tadi…

Sesungguhnya aku merasa ganjil. Seumur-umur, selama aku pelatihan ndak ada dalam agenda bahwa break diisi dengan hiburan satu-dua-tiga lagu diiringi musik lengkap. Tapi itulah yang terjadi di sini. Secara aku udah pake jurus cuek jadi ya diterima saja, lagian lagunya enak kok hehehe..I did it my way...Aku, mbak Indah, mas Woto, pakde Jon, mas Sapto dan makhluk lain yang tak terdeteksi (aku lupa:p) langsung aja nggerombol di depan trus ikutan ndremimil (karena ga hapal huehehehe) sambil beres-beres notebook dan infocus.

Awalnya biasa saja, tapi akhirnya ada yang menarik perhatian. Ada biolanya lho...mainnya lumayan juga. Dan pemainnya, setelah diamati sekilas, ternyata:
1. masih muda (dibanding yang lain),
2. good looking, huehehehe…
Waduh, bahaya ini..bahaya..harus konsen..konsen. Jadi ya ndak tak liatin dan balik bekerja (walo masih penasaran :p).

Yak, penasaran itu jadi semakin penasaran karena selepas pembukaan mas Sapto dengan semangat 45 mentowelku (gak ding hehehe :p) dan bertanya : “Ron, kamu liat pemain biolanya ndak? Wajahnya familiar ya…aku kayak pernah ketemu di mana gitu. Jangan-jangan artis ya…” Aku nyengir kuda. Karena ga pengen mengecewakan mas Sapto, kusahut saja seenaknya : “Mosok se? Tapi keroso-kerosone yo ngono mas…tapi embuh yo”…Mas Sapto mendesak : “Ron, coba tah takonono…aku penasaran iki…”. Hah? Gubrak!!! Nah lo, penasaran kok ‘memakankan orang’ lain??? Hua, nehi lah yau…ogah :p.

Tapi emang dasar sudah jalannya, udah garisnya, udah takdirnya,…kita ndak bisa mengira apa yang bakal terjadi di depan.

Setelah pembukaan, aku duduk mojok sendiri di belakang. Duduk dekat pintu sambung ruang meeting dengan ruang tambahan, dan berkutat dengan segala kuitansi didepanku. Tiba-tiba dari samping kananku, di belakang tumpukan buku materi, muncul seseorang. Pemain biola itu! Waduh, gimana ini...kesempatan bagus ini...di lepas ndak ya??? Maksud hatiku mencuekinya, apa daya mulutku bersuara (walau ndak berani memandang): “silahkan, jangan dilihat saja..boleh dibaca kok”..Lidahku ini ya, cepet tanggap hehehe:p

Sekilas ada balasan senyum, dan aku balik lagi ke kuitansi-kuitansiku. Tapi tiba-tiba disebelah kananku ada suara: “Emm...PJB itu singkatan dari apa ya? Ya ampun. Ini cobaan atau rejeki? Waduh..syusyah..Tapi lagi-lagi lidahku ini langsung memihak : rejeki gyahahahahahah...

Yah,aku harus sopan dong. Menjawab sambil berkutat kuitansi kan ga sopan (hehehe), jadi ya harus dihadapi :p. Lagian dari gelagat dan body language-nya kayanya emang sengaja cari-cari alasan pengen ngobrol ama aku deh (gr hehehe). Dan, Subhanallah...si empunya suara ini memang benar-benar good looking, mirip-mirip si Panji cucu pak Soeharto tapi lebih manis. Dan setelah diamati lebih jauh, aku malah jadi berani ‘ngelamak’ : mengambilkan kursi dan menyuruhnya duduk disebelahku!!! Lha kok berani? Karena yang satu ini bener-bener masih muda sekali jadi ya ndak berbahaya gyahahahahah...

Selidik punya selidik ternyata namanya Teguh, anak Padang tinggal di Pekanbaru dan masih kelas 12 di MAZ. Itu setingkat dengan kelas 3 SMA!! Trus, para pemain musik dan penyanyi itu adalah para ustad dan ustadzahnya!!...Gubrak!!! Wis, tambah bingung aku. Didukung postur yang tinggi, si Teguh ga kelihatan kalo masih kelas 12. Ditunjang lagi para ustad dan ustadzahnya juga masih muda-muda. Paling seumuranku..weleh..

Jadi ya begitulah, kami ngobrol panjang lebar di pojok belakang. Ndak tahu magnet apa yang terjadi, Teguh jadi cerita banyak sekali. Mulai dari asalnya, sekolahnya, pergaulannya, keluarganya, hobinya, impiannya, dll. Asli, yang cerita dia aja dan akunya jadi pendengar yang baik. Kebetulan, aku juga pengen tahu tentang MAZ dan lingkungannya. Asyiklah kami ngobrol di belakang. Sampai mas Sapto datang dan mulai menyalurkan penasarannya hehehe...

Sejak itu setiap kali menunggu break, Teguh ngobrol apa saja bersamaku. Lagi-lagi mas Sapto selalu ikutan nimbrung pada akhirnya. Masih dengan keukeuh percaya bahwa pernah ketemu di suatu tempat. Jadilah kami nyambung karena ternyata selera musik kami nggak jauh beda. Kami dibawakan binder notesnya yang berisi foto-foto keluarga dan foto selama sekolah di MAZ, diceritain segala aktifitasnya: ketua kesenian di MAZ, event organizer apresiasi seni plus pemain inti band sekolah. Bahkan dimintai tolong mengevaluasi jadwal acara dan materi apresiasi seni yang sedang disusunnya(busyet, tulisan arabnya rapi dan bagus sekale). Kalau tidak mengingat jumat malam itu pelatihan masih berlangsung sampai jam setengah sebelas malam, mungkin sejak setengah delapan malam aku sudah di lapangan bola MAZ nongkrongin acara seni rutin per jumat malam karena Teguh main bersama band utamanya.

Teguh berbakat main musik. Biola dikuasainya hanya selama 6 bulan saja. Hanya perlu mendengar lagu, kutik-kutik biola dan jadilah (fiuuh, biola kan syusyah sekale mainnya). Menyukai jazz dan sebangsanya walau juga tidak menolak pop dan sebangsanya juga. Meskipun sesekali terlihat manjanya (mengingatkanku pada dede’) tapi cara berpikirnya beda dengan anak seusianya yang pernah kukenal. Punya tujuan, punya prinsip dan telah memilih jalan meraih mimpinya. Lepas dari liberal-tidaknya pendidikan di MAZ (plus benar-tidaknya juga), lingkungan telah menuntutnya untuk disiplin, bersikap professional, menjaga citra dan tidak sembarangan bahkan dengan cara berpakaian sekalipun (tidak ada jeans dan kaus selama tinggal di sana).

Well, aku ndak tahu scenario-Nya apalagi yang akan terjadi. Mengapa aku dan mas Sapto harus bertemu dan akrab dalam waktu sesingkat itu dengan Teguh. Sekitar enam bulan lagi dia akan menyelesaikan pendidikannya di MAZ dan kemungkinan besar akan meneruskan kuliah di Jakarta. Aku dan mas Sapto meninggalkan alamat kami padanya. Mungkin, suatu ketika kami bisa menemukan jawaban scenario rahasia-Nya. Mungkin saja jawabannya dimulai dengan menonton rame-rame twilite orchestra or jam session semacam, atau malah dimulai dengan undangan jam session Teguh. Who knows?...

2 komentar:

dian mengatakan...

hem. ehem. (nyengir) ehem (lagi). (lagi2) ehem.
asli ron, susah komen selain: kau ga ada potonya? ;;)
hahaha....

May mengatakan...

setuju dengan dian.. mana pic nyaahh =P~

Half Purple and Blue Butterfly